Jenjang Pendidikan Masa Khulafa al-Rasyidin
Pendidikan Masa Khulafa al-Rasyidin
Pada masa-masa Khulafa al-Rasyidin sebenarnya telah ada tingkat pengajaran, hampir seperti masa sekarang. Tingkat pertama ialah kuttab, tempat anak-anak belajar menulis dan membaca atau menghafal al-Quran serta belajar pokok-pokok agama Islam. Setelah tamat al-Quran, mereka meneruskan pelajaran ke masjid. Pelajaran di masjid ini terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi. Jenjang Pendidikan Masa Khulafa al-Rasyidin.
Tingkat Pendidikan Masa Khulafa al-Rasyidin
Seperti yang dibahas oleh Choirun Niswa dalam Pendidikan Islam pada Masa Khulafa Al-Rasyidin dan Bani Umayyah, pada tingkat menengah, guru-guru belumlah ulama besar. Sedangkan pada tingkat tinggi, guru sudah seorang ulama yang dalam ilmunya dan masyhur kealiman dan kesalehannya.
Umumnya pelajaran diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang, baik di kuttab atau di masjid pada tingkat menengah. Pada tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh guru dalam satu halaqah yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama.
Ilmu-ilmu yang diajarkan di kuttab pada mulanya bersifat sederhana yaitu belajar membaca dan menulis, membaca al-Quran, dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama Islam seperti cara berwudu, salat, puasa, dan sebagainya. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau menginstruksikan kepada penduduk kota supaya diajarkan kepada anak-anak berenang, mengendarai kuda, memanah, membaca, dan menghafal syair-syair mudah dan peribahasa.
Dengan demikian mulai masuk dalam pengajaran rendah, gerak badan, dan membaca syair-syair mudah serta peribahasa. Sedangkan sebelum itu hanya membaca al-Quran saja. Instruksi Khalifah Umar itu dilaksanakan oleh guru-guru di tempat-tempat yang dapat dilaksanakan di kota-kota yang mempunyai sungai, seperti di Iraq, Syam, Syria, Mesir, dan lain-lain.
Suksesor Umar bin Khattab
Pada saat Khalifah Umar ibn Khattab terbaring sakit, atas desakan sejumlah tokoh masyarakat Madinah, Umar mengangkat suatu dewan yang terdiri dari enam sahabat pilihan, yaitu Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Thalhah ibn Ubaidillah, Zubayr ibn Awwam, Sa’ad ibn Abi Waqqas dan Abdurrahman ibn Auf. Sedangkan putera Umar, Abdullah ibn Umar mempunyai hak memilih dan tidak berhak dipilih.
Pada waktu itu Thalhah ibn Ubaidillah sedang tidak berada di Madinah. Abdurrahman ibn Auf mengusulkan agar dia diperkenankan mengundurkan diri, tetapi kepadanya ditugaskan bermusyawarah dengan kaum muslimin dan memilih salah seorang di antara sahabat-sahabat yang ditunjuk Umar untuk menjadi Khalifah. Usul Abdurrahman diterima dan para sahabat berjanji memenuhi apa yang diusulkan Abdurrahman.
Peran Abdurrahman bin Auf
Setelah bermusyawarah dengan tokoh-tokoh masyarakat, ternyata telah berkembang polarisasi di kalangan masyarakat Islam. Mereka terbagi menjadi dua kubu yaitu pendukung Ali dan pendukung Utsman. Atau dengan kata lain pendukung Bani Hasyim dan pendukung Bani Umayyah. Lalu Abdurrahman menanyakan kepada Utsman dan Ali secara terpisah tentang seandainya bukan dia (Ali) siapa yang lebih patut menjadi khalifah, maka Ali menjawab Utsman, begitu juga sebaliknya, ketika Utsman ditanya tentang masalah yang sama, Utsman menjawab Ali.
Kemudian Abdurrahman menanyakan kepada keduanya tentang kesediaan mereka menegakkan kitabullah dan sunnah rasul serta sunnah dua khalifah sesudahnya. Ali menjawab bahwa dirinya berharap dapat berbuat sejauh pengetahuan dan kemampuannya. Lalu Abdurrahman berganti mengajukan pertanyaan yang sama kepada Utsman, dengan tegas Utsman menjawab, “Ya, saya sanggup.” Berdasarkan jawaban itu, Abdurrahman menyatakan Utsman ibn Affan sebagai khalifah ketiga dan segera dilaksanakan bai’at. Terpilihnya Utsman ibn Affan sebagai khalifah terutama disebabkan oleh komitmen yang dinyatakannya untuk melanjutkan kebijaksanaan pendahulunya. (Gian)