Jangan Serakah
“Barangsiapa yang menjadikan (motivasi) dunia sebagai cita-citanya, Allah akan menjadikan kefakiran di hadapan matanya, dan akan menjadikan kacau segala urusannya. Sedangkan dunia (yang dicarinya sungguh-sungguh) tak ada yang datang menghampirinya melainkan sesuai dengan apa yang ditakdirkan oleh Allah atas dirinya; pada sore dan siang harinya dia selalu dalam kefakiran.” (HR. Tirmidzi)
Rasulullah saw dalam hadis ini menerangkan, jika seorang hamba Allah menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya, maka sebanyak apa pun harta yang dipunyainya selalu dirasakannya kurang. Ia selalu merasa miskin dan ingin memiliki harta melebihi apa yang dianugerahkan Allah kepada orang lain. Siang dan malam yang dipikirkannya hanyalah harta. Ia terus memutar otak, membuat perencanaan, atau mengatur srategi agar usahanya sukses sehingga kekayaannya bisa terus bertambah, bertambah dan bertambah. Baginya, ungkapan ‘waktu adalah uang’ merupakan motto hidup.
Orang yang serakah menurut Uwes al-Qarni dalam ‘60 Penyakit Hati’, dapat terjadi pada seseorang sebagai dampak dari penyakit hubbud-dunya. Sangatlah logis bila seseorang tidak mampu lagi mengendalikan dorongan duniawi yang dicintainya. Seluruh waktunya akan dihabiskan, tenaga dan pikirannya akan dikuras untuk semata-mata mencari harta dunia.
Dalam agendanya, tidak tertulis waktu untuk mengadukan segala keluhan batinnya kepada Allah. Tak terbetik dalam hatinya untuk meniatkan usahanya semata-mata demi ibadah mencari keridaan-Nya. Semua program hidupnya penuh dengan program-program duniawi yang profit oriented, sehingga tak sekejap pun berpaling dari ukuran materi.
Orang tertular penyakit serakah meskipun keadaannya berkecukupan secara lahiriyah, sebenarnya dia selalu kekurangan. Bahkan, dapat disebut miskin. Dia tidak pernah menemukan penyelesaian dari segala problem hidup yang diatasinya. Dia akan senantiasa dibingungkan dan dipusingkan dengan tumpukan problem yang tak ada habisnya. Itu semuanya, karena ketidakpuasan nafsunya atas semua rezeki yang dianugerahkan Allah kepadanya.
Sebelum ia menyadari bahwa dunia penuh permainan dan tipu daya, atau sebelum kematian menemuinya, orang yang serakah tidak akan pernah berhenti dari kondisi ini, meskipun secara fisik dia tidak mampu lagi berbuat apa-apa.
Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah saw bersabda, “Setiap anak Adam akan mengalami masa tua (pikun), kecuali yang dua: kerakusan terhadap harta benda, dan kerakusan terhadap (panjang) umur.” (HR. Bukhari Muslim).
Orang yang serakah tidak akan pernah puas terhadap semua kekayaannya. Saat ia memiliki satu rumah misalnya, ia menginginkan dua atau tiga rumah. Setelah memiliki dua atau tiga rumah, ia ingin memiliki empat atau lima rumah. Begitu seterusnya. Yang akan menghentikannya hanyalah kematian atau ia bertobat kepada Allah SWT.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw bersabda, “Seandainya seorang anak Adam telah memiliki dua lembah harta, maka dia akan mencari lembah yang ketiganya. Dan tak akan merasa puas perutnya, melainkan dengan dimasukkan ke dalam tanah.” (HR. Bukhari Muslim)
Menurut al-Qarni, orang yang serakah buta mata hatinya dalam memandang hakikat yang harus dicari. Seharusnya, setiap muslim menyadari bahwa sesuatu yang harus dicarinya dengan sungguh-sungguh adalah ibadah yang telah diperintahkan Allah. Karena, jatah rezeki untuk kelangsungan hidupnya di dunia sudah disediakan oleh Allah.
Allah SWT berfirman, “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (QS. Huud [11]: 6)
Harta yang merupakan kelebihan dan keperluan utamanya, sebenarnya bukan rezeki yang berhak ia gunakan. Kelebihan harta itu mesti digunakan semata-mata untuk beribadah.
Agar Tidak Serakah
Setiap muslim seharusnya menjauhi sifat serakah. Jangan biarkan diri kita diperbudak nafsu, karena nafsu terhadap dunia akan mendorong kita berbuat maksiat kepada Allah. Tentu saja, kita tidak dilarang untuk memiliki harta. Yang penting, kita dapat menggunakannya sebagai sarana berdakwah dan berjuang di jalan Allah.
Supaya kita tidak dikendalikan nafsu serakah terhadap dunia, maka sebaiknya kita memiliki sifat zuhud, wara’ (hati-hati), qanaah (merasa puas atas apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kita), pandai mengatur waktu untuk kepentingan dunia dan akhirat, dan pandai mensyukuri nikmat yang ada. Selain itu, kita juga harus meluruskan seluruh niat dalam berusaha, yaitu semata-mata dalam rangka mengabdi kepada Allah guna mendapatkan rida-Nya. Wallahu a’lam bishshawwab. (daaruttauhiid)
sumber foto: beritalangitan.com