Jangan Sakiti Ibumu
Suatu hari, ada seseorang muslimah datang ke rumah. Nada bicara dan ungkapan kata-katanya penuh dengan penyesalan. Walau ucapannya kurang jelas, akan tetapi Teteh masih bisa menangkap maksud dari apa yang dibicarakannya.
Suatu hari, ibu meminta saya untuk mengantarnya pergi ke suatu tempat. Tetapi saya menolaknya. Sambil mempersiapkan barang-barang yang harus dibawa ke tempat kerja, dengan suara yang meninggi, saya bilang kepada ibu kalau saya sedang sibuk dan harus masuk kerja! Lalu, saya pergi ke kantor dan meninggalkan ibu. Boleh jadi, saat itulah hati ibu terluka karena ucapan dan sikap saya. Dan, kejadian seperti ini bukan hanya terjadi saat itu saja, tetapi telah berulangkali. Saya berangkat ke kantor dengan tergesa-gesa.
Waktu itu saya sendiri yang menyetir mobil. Di tengah perjalanan, mobil saya kemudian tiba-tiba menabrak mobil yang sedang diparkir. Wajah saya membentur setir mobil dengan sangat keras. Saat itulah, lidah saya tergigit sehingga hampir putus. Darah bercucuran saya pun pingsan! Setelah lidah terjahit saya harus istirahat bicara, juga istirahat makan dan minum selama dua bulan.
Suatu waktu, kala tengah dalam perawatan, saya mengambil selembar kertas. Diatas kertas itu saya menulis surat untuk ibuku.
“Ibu maafkan aku. Rasa sakit yang tak tertahankan telah kurasakan saat lidahku dijahit. Ini mungkin hukuman atau dosa lidahku yang lancang pada ibu.
Ibu maafkan aku. Air mata terus menetes dipipi, terus menetes tak bisa kubendung saat kutulis surat itu. Saya berpikir bahwa lisan tidak akan berbicara lagi.
Beberapa jam ibu datang dan langsung memeluk ku dengan penuh kasih sayang. Saat membaca surat yang saya tulis, ibu langsung menangis. Beliau berkata, “enggak apa-apa, nak. Lupakan saja ibu telah memaafkanmu.”
Kemudian saya mengambil lagi kertas itu dan kutulis, “Wahai manusia jangan engkau sakiti ibumu. Jangan engkau undang siksa Allah. Betapa banyak pengorbanan seorang ibu yang tidak mungkin kita perinci satu persatu. Tidak akan cukup lembar demi lembar kertas yang menuliskannya. Maka Rasulullah saw menegaskannya bahwa apapun yang diberikan seorang anak kepada orang tuanya, itu tidak akan pernah cukup untuk membalas budi baiknya.”
Saudaraku, apabila amal baik kita tidak mungkin menyamai kebaikannya, menyakiti termasuk seburuk-buruk maksiat. Allah dan Rasul-Nya dengan tegas melarang kita menyakiti orang tua.
Jangankan mengucapkan kata-kata kasar atau memperlakukan mereka dengan perlakuan buruk, sebagaimana dilakukan saudari kita sebelum kecelakaan, mengatakan “ah” saja pun dilarang oleh Allah SWT. Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu dan bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah perkataan pada mereka ucapan yang benar.” (QS. Al-Isra, 17:23) Bahkan dosa yang dijanjikan akan mendatangkan kesialan hidup dan musibah yang kontan di dunia adalah dosa kepada orang tua. Sebuah hadits menyebutkankan bahwa dosa kepada orangtua adalah tangga kedua setelah musyrik.
Maukah engkau aku tunjukan dosa besar diantara dosa-dosa besar?” kata Nabi saw. Sahabat mengiyakan beliau, lalu bersabda kembali, “Menyakiti kedua orangtua.” Nabi mengulangnya berkali-kali.” (HR. Muttafaqun ‘alaih)
Beliau pun bersabda, “Ada dua macam dosa yang Allah Ta’ala dahukukan siksanya didunia yaitu, al-bagyu (berbuat zalim, aniaya, atau sewenang-wenang terhadap orang lain dan durhaka kepada orangtua). (HR. Al-Bukhari)
Bagaimana cara kita menebus dosa akibat menyakiti atau durhaka kepada orang tua sedangkan mereka telah meninggal dunia? Dengan demikian kita tidak bisa lagi memohon maaf padanya, memintan keridhaan, tidak bisa lagi mencium tangan nya. Sesungguhmya, Allah Zat yang Maha Rahman dan Maha Rahim. Dia tetap membukakan aneka pintu kebaikan yang bisa kita masuki demi menebus dosa-dosa kepada ibu atau ayah. Berikut ini hal yang bisa kita lakukan.
Pertama, azamkan dalam hati bahwa kita benar-benar bertobat. Lakukan shalat dua rakaat. Bersujudlah dihadapan-Nya. Akui dosa-dosa terkhusus dosa kita kepada orangtua. Lalu perbanyak istighfar kapanpun dan dimanapun kita berada.
Kedua, perbanyak amal shalih baik yang bersifat mahdhah (ritual) ataupun muamalah. Cari tahu ibadah-ibadah apa yang disukai Allah Ta’ala lalu kita berusaha untuk mendawamkannya. Aneka perbuatan baik kita akan menghapus perbuatan buruk kita yang pernah kita lakukan.
Ketiga, jaga tali silaturahmi dengan kerabat, teman atau guru ibu kita. Jadikan diri kita sebagai orang yang menjaga dan melestarikan silaturahmi.
Keempat, kalau bisa penuhi hajat orang tua yang belum sempat tertunaikan. Misalnya saat ibu masih hidup ingin menyumbang masjid tapi mereka belum punya uang. Maka, kita layak menunaikan hajat beliau.
Kelima, jangan pernah putus untuk mendoakannya.
Keenam, kalau mampu, jadilah penghafal Al-Quran. Sesungguhnya, orang yang hafal dan dekat dengan Al-Quran dia bisa menjajdi jalan terangkatnya kemuliaan orang tua di akhirat.
(Oleh : Ninih Mutmainnah)