Itqan dalam Bekerja
Saudaraku, untuk membangun kepercayaan, hal yang tak kalah penting adalah kecakapan kita. Kecakapan dalam melaksanakan amanah dan tugas. Kendati sangat dikenal dan teruji kejujurannya namun kalau melaksanakan tugas sering lalai, maka hal ini pun akan merontokkan kepercayaan.
Secara sadar kita harus selalu belajar, melatih diri, mengembangkan kemampuan, wawasan serta keterampilan, sehingga kita senantiasa memiliki kesiapan yang memadai untuk melaksanakan tugas. Karena kecakapan itu memang perlu ditingkatkan dari hari ke hari.
Biasakan membuat perencanaan yang baik. Persiapan yang matang. Gagal dalam merencanakan sama saja dengan merencanakan kegagalan. Selalu cek and recheck. Tak boleh kita melakukan sesuatu tanpa cek ulang. Karena akan sangat banyak peluang kesalahan yang terhindarkan dengan sikap yang selalu mengadakan pengecekan ulang.
Melaksanakan segala sesuatu dengan kesungguhan, kehati-hatian, dan penuh kecermatan. Jangan anggap remeh kelalaian dan kecerobohan. Karena semua itu ialah biang dari semua kegagalan. Selalu sempatkan untuk mengevaluasi setiap tahap yang kita lakukan. Percayalah merenung sejenak untuk mengevaluasi membuat karya kita akan semakin bermutu.
Nikmatilah prosesnya dengan menyempurnakan apa yang bisa dilakukan. Jangan puas dengan setengah-setengah. Jangan pula puas dengan 90%. Kalau kita bisa menyempurnakannya, mengapa tidak. Allah Ta’ala berfirman:
فَاِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ ۙ ﴿الشرح : ۷
Artinya: “Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain).” (QS. al-Insyirah [94]: 7).
Tidak sedikit orang bahkan mungkin termasuk kita di antaranya yang jika melakukan suatu pekerjaan tidak focus, sehingga pekerjaan tersebut tidak selesai dengan baik. Target tidak tercapai, rencana meleset jauh gara-gara tidak fokus dan banyak keinginan setiap kali menemukan sesuatu hal yang lebih menarik hati. Akhirnya pekerjaan tidak ada yang tuntas. Alih-alih menuruti kesenangan hati, malah yang terjadi pekerjaan berantakan.
Tidak sedikit orang yang lebih mudah menuruti kesenangan, mau menuruti keinginan, meraup untung banyak dari sana sini, namun lupa mengukur kapasitas dan kemampuan diri. Hasilnya bukan keuntungan yang bertambah, malah kerugian yang semakin besar karena pikirannya terbagi dan tenaganya terbatas. Akibatnya tak ada satu pun yang mencapai target.
Sikap yang demikian bukanlah sikap yang diajarkan di dalam Islam. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam mencontohkan bekerja secara tertib dan tuntas sebelum beranjak kepada pekerjaan yang lainnya. Dalam salah satu hadis beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, maka ia bekerja dengan itqan (menuntaskan dengan sempurna) pekerjaannya.” (HR. Thabrani).
Seorang pemimpin yang dicintai rakyatnya adalah pemimpin yang bekerja secara serius. Mengayomi dan melindungi kepentingan rakyatnya. Seorang karyawan yang dicintai atasannya adalah karyawan yang bekerja dengan penuh dedikasi dalam setiap tugasnya. Seorang pebisnis yang dicintai mitranya adalah pebisnis yang profesional dalam perniagaannya. Maka beruntunglah orang yang senantiasa melatih dirinya untuk melakukan pekerjaan dengan penuh kesungguhan.
Saat kita bekerja secara profesional, target tercapai dengan baik. Bahkan lebih baik daripada target, kemudian kita pun mendapatkan apresiasi dari atasan atau rekan kerja kita. Maka yang wajib kita camkan adalah tujuan bekerja dengan begitu bukankah penilaian manusia. Tujuan kita bekerja secara cakap adalah agar Allah Ta’ala rida kepada kita dan ikhtiar kita. Juga sebagai upaya meneladani bagaimana spirit Nabi Muhammad dalam bekerja. Maka bekerja dengan cakap pun merupakan ajaran Islam yang luhur. (KH. Abdullah Gymnastiar)