Istana dan Rumah (Pahat) Batu Kaum Tsamud
“Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ´Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” (QS. al-A’raf [7]: 73).
Kaum Tsamud tinggal di daerah yang Allah SWT anugerahi sumber mata air. Oleh karenanya perekonomian kaum Tsamud (dengan basis pertanian dan peternakan) menjadi sangat maju. Maka, lalu lintas ekonomi pun terjadi di sana. Kaum Tsamud tampil menjadi aktor yang berperan penting dalam kemajuan ekonomi dunia saat itu.
Kemampuan memproduksi sumber daya nabati dan hewani yang unggul menjadikan niagawan Tsamud menjadi rekan bisnis paling dicari. Kaum-kaum selainnya berlomba memberikan barter terbaik supaya bisa mendapatkan produk dari kaum Tsamud. Dengan kata lain, jika niagawan lain kesulitan mencari pembeli maka kaum Tsamud sebaliknya yaitu dicari-cari oleh pembeli.
Oleh karenanya, keuntungan niaga kaum Tsamud sangat berlipat ganda. Harta benda yang dimilikinya luar biasa melimpah. Kaum Tsamud bergelimang kemakmuran. Agar tidak mubadzir, mereka mencari cara mendayagunakan semua hartanya. Mereka pun menemukan ide yaitu mengalokasikan pada pembangunan infrastruktur (perumahan) yang enak dan nyaman untuk ditempati.
Mulailah didirikan rumah-rumah di pusat kota. Kondisi lahan yang datar menjadikan mereka leluasa membuat tata-kota sesuai keinginan dan seleranya. Berdirilah satu persatu rumah-rumah yang tinggi dan besar (bahkan Allah SWT menyebutnya dengan kata istana-istana). Semakin terkuaklah betapa kehidupan yang dialami kaum Tsamud begitu makmur dan luar-biasa.
Walau sudah cukup banyak yang dialokasikan dalam pembangunan rumah di pusat kota, dana kaum Tsamud masih tersedia. Alokasi pembangunan pun diperluas. Daerah pesisir yang terdiri dari gugusan gunung-gunung batu pun jadi pilihan. Batu besar nan keras menjadi tantangan sekaligus ambisi untuk mereka “sulap” menjadi rumah yang mewah dan megah.
Berbekal kemampuan ilmiah yang diwariskan nenek moyangnya (sejak zaman Nabi Idris as), kaum Tsamud mengembangkan teknologi “membentuk” benda besar dan keras yang kita kenal dengan istilah ilmu memahat. Mereka terlebih dahulu mendesain bentuk yang akan dibuat. Setelah dianggap matang desainnya, mereka mulai memahatnya dengan telaten dan menghaluskannya. Proses ini tentunya memakan waktu yang cukup lama. Bayangkan, betapa apik dan “keukeuh”nya kaum Tsamud saat itu.
Satu demi satu berdirilah Rumah Pahat Batu. Rumah ini sangat luar biasa. Selain kuat, juga memiliki daya pandang (view) yang indah. Selanjutnya Rumah Pahat Batu menjadi kian populer dan menjadi gaya hidup kaum Tsamud karena menjawab tiga kebutuhan, yaitu: 1) tempat tinggal, 2) benteng pertahanan-keamanan, dan 3) tempat melepas lelah (karena menawarkan pemandangan yang indah).
Demikianlah gambaran tata kota kaum Tsamud. Kita temukan betapa kaum Tsamud mendapatkan anugerah kemakmuran yang luar biasa. Mereka mendapatkan anugerah internal (fisik yang kuat) juga eksternal (sumber daya alam yang kondusif dan strategis). Itu semua karena kuasa dan kehendak Allah atas kaum Tsamud yang telah menetapkan manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi.
Namun sayang, kemakmuran yang luar biasa itu bukannya menjadikan mereka bersyukur kepada-Nya, namun menjadi media kufur terhadap utusan-Nya. Sehingga, kaum Tsamud yang beradab menjadi hina dengan datangnya azab yang tak mereka kira. Allah menenggelamkan kaum Tsamud beserta rumah (istana) kotanya. Tidak ada seorang pun yang selamat. Yang tersisa hanyalah rumah pahat batu yang Allah SWT abadikan sampai sekarang agar menjadi peringatan bagi generasi-generasi selanjutnya. Wallahu a’lam. (diambil dari buku 101 Kisah Nabi, karangan Ust. Edu)