Iringi Kerja Keras dengan Kerja Cerdas
Bekerja dengan penuh kesungguhan tidak selalu identik dengan kerja fisik. Bahkan, jika pun ukurannya kerja secara fisik, maka kerja fisik bisa mendapatkan hasil yang jauh lebih baik jika diiringi dengan kecerdasan. Lakukanlah perencanaan dan perhitungan sebelum memulai pekerjaan, agar keringat dan lelah yang kita rasakan bisa benar-benar mendapatkan hasil maksimal.
Banyak orang sukses di dunia ini yang bekerja keras diiringi dengan kerja cerdas. Perpaduan yang seimbang antara fisik dan pikiran akan membuahkan kerja yang produktif, dengan tenaga yang efektif dan efisien. Secara matematis, bekerja dengan pola seperti ini mendatangkan konsekuensi keuntungan yang lebih besar.
Bekerja sekeras apapun kalau tidak diawali dengan perencanaan apalagi target yang jelas, maka tenaga yang terkuras akan sia-sia, dan kemungkinan gagal sangat besar. Pekerjaan yang dilengkapi perencanaan saja masih memiliki kemungkinan gagal, apalagi pekerjaan yang dilakukan tanpa perencanaan.
Seperti pekerjaan mendirikan bangunan. Jika tanpa perencanaan, maka kita membeli bahan-bahan bangunan tanpa mengerti apa saja bahan yang diperlukan. Bahkan boleh jadi kita sebenarnya tidak tahu harus membeli bahan apa saja. Padahal dengan perencanaan pun masih bisa terjadi kesalahan pembelian, atau kurang atau malah berlebih.
Jika pembangunan itu dilakukan dan tanpa perencanaan, maka besar kemungkinan terjadi kesalahan, bahkan bisa terjadi kecelakaan kerja. Padahal dengan perencanaan pun kemungkinan seperti itu masih ada saja, apalagi tanpa perencanaan.
Kecerdasan manusia dalam menempuh ikhtiar adalah supaya kemungkinan-kemungkinan buruk seperti kegagalan, kecelakaan dalam bekerja bisa dihindari atau diminimalisir. Dan, tenaga yang keluar bisa efektif dan efisien, terhindar dari kemubaziran dan pemborosan. Bukankah Allah tidak menyukai sikap tabdzir atau pemborosan?
Allah Ta’ala berfirman, “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. al-Isra [17]: 26-27)
Untuk menghindari pemborosan dan kemubaziran, maka kita perlu pemikiran, perlu perencanaan dan ini berarti memerlukan ilmu pengetahuan. Bahkan, dalam urusan yang terlihat sangat sederhana pun seperti memasak nasi misalnya, itu ada ilmunya. Seseorang yang tidak terampil, tidak punya ilmu mengenai cara memasak nasi, maka akan kerepotan dan cenderung gagal.
Ada sebuah kalimat yang indah maknanya, kalimat ini seringkali disebut sebagai hadis, padahal sebetulnya tidak ada keterangan kuat yang menyebutkan kalimat ini datang dari Rasulullah. Imam an-Nawawi dan Imam asy-Syatibi menerangkan kalimat ini adalah ucapan Imam asy-Syafii. Kalimat ini berbunyi, “Barang siapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu. Barang siapa yang menginginkan akhirat, maka hendaklah dengan ilmu. Barang siapa yang menginginkan keduanya, maka hendaklah dengan ilmu.”
Oleh karena itu, apapun pekerjaan kita, hendaklah didasari dengan ilmu. Jika pun kita sudah menguasainya, sudah bekerja dengan didasari oleh ilmunya, maka jangan pernah merasa puas. Tingkatkan kapasitas dan kemampuan diri kita dengan cara menambah ilmunya, karena seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan pun terus berkembang termasuk dalam bidang yang kita geluti.
Tidak akan berat kita membawa-bawa ilmu kemana pun. Ilmu akan menjadi pembuka jalan kita, di mana pun kita berada. Berbeda jika kita tidak memiliki ilmu, sekalipun kita berada di tempat yang sangat nyaman, sedikit saja yang bisa kita lakukan.
Orang-orang yang bekerja dengan diiringi dengan kecerdasannya akan lebih banyak berhasil melakukan terobosan-terobosan baru, karya-karya inovatif yang banyak memberikan manfaat bagi manusia sekaligus manfaat untuk alam dan lingkungan. Hasil-hasil pekerjaan dari orang yang bekerja dengan cerdas akan memiliki nilai yang jauh lebih besar. Tidak hanya memberi nilai ekonomi semata, namun juga memiliki nilai-nilai lain sehingga menjadikan hasil pekerjaannya bernilai tambah atau berkah.
Indah sekali jika kaum muslimin memiliki kemampuan bekerja seperti demikian. Bekerja yang tidak hanya mengandalkan tenaga dan keringat semata, namun juga didasari dengan kecerdasan pikiran.
Kecerdasan lahir karena ilmu pengetahuan, dan ilmu bisa diraih dengan proses pembelajaran. Maka, untuk memiliki kecerdasan dalam bekerja, seseorang perlu memiliki rasa haus terhadap ilmu. Tidak mudah merasa puas dengan ilmu yang dimiliki saat ini, melainkan terus menambah dan mengasahnya.
Orang yang bekerja dengan cerdas akan mendapatkan penghargaan lebih dari manusia. Ini adalah hal wajar, karena tabiat manusia memang menghormati orang yang berilmu. Tetapi, bukan itu target sesungguhnya kalau kita memiliki ilmu. Target kita adalah agar Allah ridha kepada kita. Karena Allah mencintai hamba-Nya yang berilmu.
Allah berfirman, “..Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Mujaadilah [58]: 11)
Jika Allah sudah mencintai kita, maka sangat mudah bagi-Nya untuk membolak-balikkan hati manusia sehingga mencintai kita. Jika kita bekerja sebagai seorang karyawan, kemudian kita mendapat penghargaan dari perusahaan karena prestasi kita, karena ilmu kita dan terobosan yang kita lakukan, maka sadarilah tiada yang menghendaki itu semua terjadi kecuali Allah. Segera beristighfar, memohon ampun kepada Allah kalau-kalau sempat tebersit ujub dan riya di dalam hati kita, kemudian pujilah Allah, sujud syukur kepada-Nya.
Jika kita bekerja sebagai seorang pedagang, maka bekerjalah dengan cerdas sebagai pedagang. Miliki ilmu berdagang, tidak hanya ilmu yang kaitannya dengan penghitungan pembukuan laba-rugi, melainkan juga ilmu syar’i tentang perniagaan. Bagaimana zakatnya, bagaimana hukum muamalahnya. Karena orientasi kita dalam berdagang tidak hanya keuntungan dunia, melainkan juga keuntungan akhirat.