Ingin Selamat? Jauhkan Diri dari Hal Ini! (bag. 2 habis)
Allah SWT berfirman, “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. al-A’râf [7]: 199)
Dalam ayat yang lain, Allah berfirman, “..Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zhalim.” (QS. Asy-Syura: 40)
Dua ayat ini lebih dari cukup bagi kita untuk menyadari Allah sangat mencintai hamba-Nya yang ringan dalam memberi maaf. Rasulullah pun menegaskan kedua ayat ini dengan hadisnya sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa pernah melakukan kezaliman terhadap saudaranya, baik menyangkut kehormatannya atau sesuatu yang lain, maka hendaklah ia minta dihalalkan darinya hari ini, sebelum dinar dan dirham tidak berguna lagi (hari kiamat). (Kelak) jika dia memiliki amal saleh, akan diambil darinya seukuran kezalimannya. Dan jika dia tidak mempunyai kebaikan (lagi), akan diambil dari keburukan saudara (yang dizalimi) kemudian dibebankan kepadanya.” (HR. Bukhari)
mendapatkan maaf dari orang yang dizalimi atau disakiti. Memang bisa jadi orang yang dizalimi itu memiliki keluasan hati, sehingga ia memaafkan sebelum dimintai maaf. Akan tetapi, mungkin juga sebaliknya, ia diam namun memendam marah tanpa mau memberikan maaf. Hal ini sebagaimana kisah al-Qomah dengan ibunya.
Dalam hadis yang diriwayatkan dari Anas, disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Tidaklah seadaqah itu mengurangi harta; tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan sifat memberi maaf, kecuali kemulian; dan tidaklah seorang hamba merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim)
Rasulullah juga pernah bertanya kepada para sahabatnya, “Maukah kalian aku tunjukkan akhlak yang paling mulia di dunia dan di akhirat? Memberi maaf orang yang menzalimimu, memberi orang yang menghalangimu, dan menyambung silaturahim orang yang memutuskan (silaturahim dengan) mu.” (HR. Baihaqi)
Permusuhan hendaklah dilawan dengan semangat saling maaf-memaafkan. Karena semangat ini adalah bukti keimanan terhadap Allah dan rasul-Nya, serta wujud nyata persaudaraan di dalam Islam. Semoga kita menjadi bagian dari golongan orang-orang memiliki semangat tersebut dan termasuk golongan yang dijanjikan surga oleh Allah Ta’ala.
Masya Allah, betapa besarnya urusan maaf-memaafkan ini dalam agama kita. Begitu besarnya, Rasulullah amat menekankan kepada kita untuk bersegera dalam meminta maaf dan memaafkan apabila memiliki kesalahan terhadap sesama.
Karena jika hal itu telat, yaitu kita belum mendapatkan maaf dari orang yang kita zalimi, maka kita menjadi orang yang rugi di akhirat. Kenapa? Karena amal kebaikan kita akan diberikan kepada orang yang kita zalimi seukuran dengan kezaliman yang kita lakukan terhadapnya. Sedangkan jika itu belum juga memenuhi, maka keburukan dirinya akan dialihkan kepada kita. Na’udzubillahi mindzalik!
Oleh karena itulah selain ampunan dari Allah, terdapat juga dosa-dosa yang tidak terhapus kecuali mendapatkan maaf dari orang yang dizalimi atau disakiti. Memang bisa jadi orang yang dizalimi itu memiliki keluasan hati, sehingga ia memaafkan sebelum dimintai maaf. Akan tetapi, mungkin juga sebaliknya, ia diam namun memendam marah tanpa mau memberikan maaf. Hal ini sebagaimana kisah al-Qomah dengan ibunya.
Dalam hadis yang diriwayatkan dari Anas, disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Tidaklah seadaqah itu mengurangi harta; tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan sifat memberi maaf, kecuali kemulian; dan tidaklah seorang hamba merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim)
Rasulullah juga pernah bertanya kepada para sahabatnya, “Maukah kalian aku tunjukkan akhlak yang paling mulia di dunia dan di akhirat? Memberi maaf orang yang menzalimimu, memberi orang yang menghalangimu, dan menyambung silaturahim orang yang memutuskan (silaturahim dengan) mu.” (HR. Baihaqi)
Permusuhan hendaklah dilawan dengan semangat saling maaf-memaafkan. Karena semangat ini adalah bukti keimanan terhadap Allah dan rasul-Nya, serta wujud nyata persaudaraan di dalam Islam. Semoga kita menjadi bagian dari golongan orang-orang memiliki semangat tersebut dan termasuk golongan yang dijanjikan surga oleh Allah Ta’ala.
(KH. Abdullah Gymnastiar)