Ingin Berwirausaha? Tumbuhkan Tekad Pantang Menjadi Beban
Modal pertama seorang wirausahawan adalah berani, yakni berani mengambil risiko. Karena secermat apa pun perhitungan dan perencanaan, tetap saja jika tidak diiringi dengan keberanian melangkah, hanya akan menjadi tulisan di atas kertas. Langkah pertama berupa keputusan menjadi seorang wirausahawan itulah, yang memang terasa berat.
Tidak Menjadi Beban
Menjadi wirausahawan memiliki banyak keuntungan dan kelebihan. Karena kita bekerja untuk cita-cita kita sendiri, alih-alih bekerja mewujudkan visi orang lain. Berwirausaha adalah upaya mewujudkan visi hidup kita. Kemandirian dan rasa lepas itu yang mahal. Sulit didapatkan oleh pegawai atau pekerja biasa.
Selaras dengan salah satu pantangan yang senantiasa diajarkan di lingkungan Daarut Tauhiid (DT) yakni pantang menjadi beban. Kalau pun kita telah mempunyai penghasilan dari pekerjaan sebagai pegawai misalnya, sebisa mungkin di luar itu kita berwirausaha kecil-kecilan. Untuk melatih kemandirian. Jangan sampai kita menjadi beban sepenuhnya bagi perusahaan atau hidup orang lain.
Allah SWT berfirman:
اَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰى ۙ ﴿النجم : ۳۸
وَاَنْ لَّيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعٰى ۙ ﴿النجم : ۳۹
وَاَنَّ سَعْيَهٗ سَوْفَ يُرٰى ۖ ﴿النجم : ۴۰
Artinya: “(yaitu) bahwa seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).” (QS. an-Najm [53]: 39-40).
Mandiri
Atas perbuatan yang baik, manusia hanya memperoleh ganjaran dari usahanya sendiri, maka dia tidak berhak atas pahala suatu perbuatan yang tidak dilakukannya. Seperti Tafsir Kementerian Agama RI menjelaskan secara tersirat ayat ini mengandung perintah untuk mandiri. Sebab kita tidak akan menanggung atau mendapatkan akibat dari perilaku orang lain. Hanya atas sesuatu yang kita lakukan.
Ada pun mengenai sedekah, maka pahalanya sampai kepada orang lain. Muslim dan Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw bersabda, “Apabila seorang anak Adam meninggal dunia putuslah semua amal perbuatan (yang menyampaikan pahala kepadanya) kecuali tiga perkara, anak yang saleh yang berdoa kepadanya, sedekah jariyah (wakaf), dan ilmu yang dapat diambil manfaatnya.
Dalam hadis yang lain Rasulullah, “Sesungguhnya sebaik-baik yang dimakan oleh seseorang adalah hasil usahanya sendiri dan anaknya termasuk usahanya juga.” (Riwayat an-Nasa’i dan Ibnu Hibban). Sedekah jariyah seperti wakaf juga termasuk dalam hitungan usaha.
Pantang membebani orang lain juga dapat diartikan sebisa mungkin membebaskan kesusahan saudara seiman dengan apa pun yang kita miliki. Misalnya dengan menunjukkan kepada kebaikan atau mengajarkan suatu ilmu. Seperti dalam hadis sahih, “Orang yang mengajak kepada suatu petunjuk maka baginya pahala yang serupa dengan pahala orang yang mengikuti petunjuk itu, tanpa mengurangi pahala orang yang mengikutinya sedikit pun.” (HR Muslim). (Gian)