Ikhlas Beribadah dan Sesuai Sunnah

Syarat diterimanya ibadah oleh Allah SWT itu ada dua, pertama adalah melaksanakannya harus ikhlas hanya mengharap rida-Nya. Dan kedua, melaksanakannya sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.

Ibadah yang baik dan benar adalah ciri yang tidak bisa dilepaskan dari pribadi shalih. Keduanya saling mendefenisikan satu sama lain. Orang yang shalih akan merasakan betapa ibadah adalah suatu kenikmatan. Betapa hidup hampa jika jauh dari salat. Betapa hari-hari akan terasa kering tanpa tilawah. Dan betapa hati merasa rugi manakala sepertiga malam terlewat begitu saja tanpa qiyaamul lail.

Syaikh Ibnu Atha’illah, semoga Allah meridainya, menerangkan, “Siapa yang dapat merasakan buah dari amal ibadahnya di dunia ini, maka itu dapat dijadikan tanda diterimanya amal oleh Allah SWT.” 

Saudaraku, yang terpenting dari suatu amal adalah diterima oleh Allah. Kita salat, dan yang terpenting dari salat kita ini adalah Allah menerimanya sebagai amal ibadah. Kita sedekah, yang terpenting dari sedekah kita adalah Allah menerimanya sebagai amal ibadah kita.

Sungguh, sehebat apa pun amal, jika Allah tidak menerimanya, maka amal itu sia-sia. Dan syarat agar amal kita diterima oleh Allah adalah yang pertama, niatnya harus ikhlas. Tidak boleh badan menghadap Allah, tapi hati menghadap kepada selain Allah.

Allah SWT berfirman, “..Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS. al-Kahfi [18]: 110).

Penting bagi kita menjaga keikhlasan dalam beribadah. Karena sehebat apa pun amal, jika niatnya tidak ikhlas lillaahita’ala, jika niatnya pengharapkan penilaian makhluk, maka amal tersebut sia-sia saja di hadapan-Nya. Bahkan niat yang salah bisa menjerumuskan kita ke dalam nestapa.

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab, ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka.’”

Rasulullah melanjutkan sabdanya, “Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Quran. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya, ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab, ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca al-Quran hanyalah karena Engkau.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al-Qur-an supaya dikatakan seorang qari’ (pembaca al-Quran yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’”

Rasulullah kemudian menceritakan orang selanjutnya yang pertama kali masuk neraka, “Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya, ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab, ‘Aku tidak pernah meninggalkan sedekah dan infak pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’” (HR. Muslim).

Selain faktor keikhlasan, syarat ibadah diterima oleh Allah adalah harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim).

Oleh karena itu, belum cukup jika kita hanya mengandalkan semangat saja dalam ibadah. Apa yang kita anggap baik, belum tentu benar secara tuntunannya. Yang baik juga harus benar. Rasulullah mencontohkan salat Subuh itu dua rakaat, tidak boleh kita menambahkanya menjadi delapan rakaat hanya karena ingin mendapatkan pahala lebih banyak. Penting bagi kita untuk memperkaya ilmu dalam urusan ibadah, supaya ibadah kita sesuai dengan tuntunan Rasulullah dan diterima oleh Allah. (KH. Abdullah Gymnastiar)