Harap dan Takut kepada Allah
“Apabila engkau ingin dibukakan oleh Allah pintu harapan, maka perhatikan kebesaran nikmat-nikmat dan rahmat Allah yang melimpah kepadamu. Dan bila engkau ingin dibukakan bagimu pintu takut, maka perhatikan amal perbuatanmu terhadap Allah.” (al-Hikam, no.160).
Setiap saat kita sering berharap sesuatu dari makhluk. Seperti berharap dipuji, dihargai maupun dibalas budi oleh orang lain. Setiap waktu pula kita merasa takut. Misalnya takut dimarahi, dijauhi, tidak disukai atau dicintai, tidak diberi, dan sebagainya. Rasa takut pun seolah-olah menjadi sebuah ancaman, yang datang manusia atau makhluk-makhluk lainnya.
Sesungguhnya harapan dan takut kepada makhluk itu yang membuat kita gelisah. Semakin kita berharap dan takut terhadap makhluk, semakin tidak tenang hidup ini. Oleh karena itu, harap (raja’) dan takut (khauf) cukup hanya kepada Allah SWT saja.
Bukankah makhluk itu tidak ada yang bisa memberi manfaat bagi kita tanpa seizin Allah? Sebesar apapun harapan kepada makhluk, bila tak diizinkan-Nya, maka tidak akan mendatangkan manfaat sekecil apapun. Demikian juga ancaman. Dari siapapun dan di manapun kita terancam, maka tak ada satupun yang dapat dilukai atau hilang dari tubuh kita, kecuali atas izin pemiliknya, Allah SWT.
Allah yang menggenggam dan menggerakkan segala sesuatu. Cukup hanya kepada-Nya harap dan takut kita. Berharap dan takut hanya kepada Allah adalah salah satu jalan kebahagiaan. Jadi, bagi yang ingin bahagia, wajib berharap dan takut hanya kepada Allah. Bukan kepada sesama makhluk. Akan aneh jadinya jika kita mengharapkan sesuatu, atau bergantung kepada yang sama-sama diciptakan.
Harap (raja’) kepada Allah dapat ditanamkan dengan banyak mengingat apa-apa saja yang telah diberikan-Nya kepada kita. Bagaimana rezeki kita selama ini selalu dicukupi, tanpa pernah terputus. Atau bagaimana dosa dan aib kita masih ditutupi-Nya. Semakin dalam kita mengingat semua karunia yang melimpah, semakin besar pula harapan kita kepada-Nya.
Sedangkan takut (khauf) kepada Allah dapat ditumbuhkan dengan cara mengingat dosa-dosa yang telah kita lakukan. Mulai dari salat yang tidak khusuk hingga perbuatan-perbuatan maksiat. Baik yang sekadar lirikan mata atau sembunyi-sembunyi, hingga kebusukan di dalam hati. Semakin jauh kita mengingat dosa-dosa, dan sadar bahwa setiap maksiat itu pasti ada balasannya, maka kita juga akan semakin takut kepada Allah SWT.
Nah, seseorang yang terus menerus menanamkan harap dan takut hanya kepada-Nya, insya Allah segala resah dan gelisah akan hilang. Allah yang Mahabaik, Mahamenggenggam dan menggerakkan segala sesuatu yang baik, juga akan semakin dekat kepadanya. Orang tersebut pun dapat memperoleh yang terbaik menurut Allah SWT. Wallahu’alam bissawab. (KH. Abdullah Gymnastiar)
Sumber Foto : dream.co.id