Hal-hal Seputar Hutang Piutang
Sikap tolong-menolong menjadi salah satu ciri khas dalam ajaran Islam. Hal ini sejalan sebagaimana Allah Ta’la secara langsung menyampaikannya dalam dalil Al-Quran kepada seluruh umat manusia. “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah: 2)
Tolong menolong merupakan akhlak terpuji. Implementasi dari prinsip ta’awun (tolong menolong). Salah satunya dalam Islam misalkan, urusan hutang piutang merupakan transaksi yang dibolehkan. Tetapi, ada kewajiban untuk mengembalikan bagi mereka yang berutang.
Memberi hutang atau pinjaman bagian dari meringankan kesusahan antar sesama manusia. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat.” (HR. Muslim).
Namun dalam perjalanannya, kerap kali orang yang diberi pinjaman tidak mampu mengembalikannya. Penyebabnya bisa bermacam hal, usahanya bangkrut sehingga usaha tidak lagi menghasilkan keuntungan. Bisa juga karena yang diberi pinjaman mengalami kegagalan usaha akibat ketatnya persaingan dagang, praktik dagang curang, atau karena sebab lainnya.
Orang yang berpiutang tetap berkewajiban menagih utang, namun dengan tetap memperhatikan keadaan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari umatnya: “Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual, ketika membeli dan ketika menagih haknya (piutangnya).” (HR. Bukhari).
Maka dari hadist diatas, dianjurkan agar orang yang memberi pinjaman wajib juga memberi tangguh atau kesempatan kepada orang yang berutang. Allah Ta’ala berfirman: “Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 280).
Misalnya, andai kata sudah berkali-kali ditagih tapi yang berutang belum kunjung juga membayar karena alasan yang masuk akal, bahkan kian hari usahanya makin jatuh dan keadaan ekonominya terus memburuk, maka membebaskan utang akan memperoleh pahala juga. Mengikhlaskan utang orang lain tentu sulit. Tetapi, jika melihat keutamaannya dan dampak yang terjadi para orang kesusahan, setidaknya hati kita bisa terketuk untuk memberikan kemudahan. Wallahu a’lam bishowab. (Shabirin)