Hakikat Tawadhu
Hakikat Tawadhu
Pada hakikatnya seseorang benar-benar bisa rendah hati, jika ia benar-benar fokus hanya kepada Allah Ta’ala. Segala kelebihan, kebesaran, atau apapun yang dimiliki manusia merupakan ujian dari Allah. Jika ada seseorang yang merasa dirinya sukses, ia merasa besar, kemudian ia bersikap rendah hati. Namun didalam hatinya ia merasa tidak patut merendah, tapi merendakan dirinya agar dianggap rendah hati, maka itu adalah rendah hati yang palsu.
Misalkan seorang guru atau kepala sekolah merapikan sandal, kemudian ia merasa berhasil mengalahkan dirinya untuk merapikan sandal karena tidak sepatutnya ia merapikan sandal. Jika merasakan seperti itu hanya ingin dianggap spesial, maka itu bukan rendah hati yang sesungguhnya. Jika rendah hati itu asli maka ia akan merapikan sandal itu tanpa merasa tidak layak, tanpa merasa ingin diketahui orang, dan seterusnya.
Tekniknya agar bisa tawadhu adalah dengan menyakini bahwa apapun yang membuat diri kita dihargai, dihormati, pasti karunia atau ujian dari Allah. Kedua, kita harus fokus dengan apa yang Allah tahu tentang perilaku kita yang sesungguhnya. Kalau kita yakin bahwa Allah tahu sholat kita tidak khusyuk, kita belum paham Al-Qur’an, mata belum terjaga, waktu banyak terbuang sia-sia, dan melihat ada orang lain lebih khusyuk sholatnya, doanya lebih sungguh-sungguh, tahajudnya lebih kuat, hafal Qur’an, dan melihat diri kita bahwa kita belum ada apa-apanya, maka itu akan membantu kita lebih tawadhu.
Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {مَنْ تَوَاضَعَ لِلهِ رَفَعَهُ اللهُ وَمَنْ تَكَّبَرَ وَضَعَهُ اللهُ}
“Siapa yang tawadhu’ karena Allah, maka Allah akan mengangkat (derajat)nya (di dunia dan akhirat), dan siapa yang sombong maka Allah akan merendahkannya.” (Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ibnu Mandah dan imam Abu Nu’aim dari sahabat Aus bin Khauli RA).
Orang yang rendah hati sulit untuk dihasut dan didengki, kalau orang yang punya kendaraan ada pendengkinya, orang yang hafal Al-qur’an ada pendengkinya, orang yang naik pangkat ada pendengkinya, orang dapat jodoh ada pendengkinya, kecuali orang yang rendah hati, karena tidak ada jalannya. Orang dengki senang melihat orang susah, susah melihat orang yang senang. Oleh karena itu, semoga kita senantiasa belajar menjadi orang yang tawadhu. Wallahu a’lam bishowab.
(KH. Abdullah Gymnastiar)