Fee Tukang Potong Hewan Kurban Bolehkah Memakai Hewan Kurbannya?

DAARUTTAUHIID.ORGPanitia kurban jika membuat kontrak atau meminta juru sembelih halal (juleha) untuk melakukan penyembelihan dan lainnya, bagaimana skema yang digunakan? Fee yang diberikan ke mereka dari sumber apa?

Jawaban atas pertanyaan tersebut bisa dijelaskan dalam poin-poin berikut.

Pertama, daging atau kulit kurban tidak boleh diberikan sebagai fee kepada petugas yang menyembelih (juleha) atas jasa pemotongan hewan kurban. Hal ini sebagaimana pandangan dan penjelasan sebagian ulama, yaitu Abu Hanifah, Atho, al-Auza’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan salah satu pendapat ulama Syafi’iyah.

Misalnya, panitia kurban di suatu kompleks atau perumahan menyewa juleha sebagai tim profesional yang menyewakan jasa pemotongan hewan kurban. Kemudian panitia memberikan sekian kilogram daging kurban kepada tim tersebut sebagai fee atau kompensasinya.

Fee tersebut tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan ketentuan dan sunnah Rasulullah SAW.

Fee tersebut tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan ketentuan dan sunnah Rasulullah SAW. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ali RA, ia berkata, “…. Tetapi aku dilarang oleh beliau mengambil upah untuk tukang potong (jagal) dari hewan kurban itu…” (HR. Bukhari Muslim).

Berdasarkan penjelasan ini bisa diambil kata kunci bahwa yang tidak dibolehkan bukan memberi daging kurban kepada petugas penyembelih, tetapi yang dilarang adalah jika itu diberikan sebagai fee atas jasa penyembelihan dengan kontrak ijarah atau sewa jasa penyembelihan.

Kedua, sebagai alternatif yang halal adalah sebagai berikut. (a) Infak atau hadiah dari pekurban dengan besaran yang proporsional, di mana pekurban selain menyerahkan biaya senilai hewan kurban, juga menyerahkan sejumlah uang tertentu sebagai biaya pemotongan dan penyalurannya.

Di antara teknisnya, pekurban menyerahkan sejumlah dana kurban, termasuk di dalamnya biaya operasional dan distribusi kurbannya. Misalnya, harga sapi Rp 15 juta kemudian pekurban menambahkan Rp 500 untuk biaya operasional, termasuk fee untuk juleha.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ali RA, “…Kami memberinya upah dari uang kami sendiri.” (HR. Bukhari Muslim).

(b) Dana sosial seperti hibah, infak tak terikat, hasil pengembangan wakaf dengan besaran yang proporsional. Tetapi beberapa dana sosial seperti zakat mal dan pokok wakaf itu tidak boleh dijadikan sumber biaya untuk petugas penyembelih hewan kurban.

Misalnya, sebuah perumahan menyelenggarakan kurban dan DKM di perumahan yang membentuk panitia kurban. Untuk biaya operasional (termasuk fee juleha) itu diambil dari kas masjid yang bersumber dari sedekah atau infaq jamaah masjid.

(c) Juleha diberikan daging kurban dengan jumlah yang proporsional, jika juleha itu kategori dhuafa (sebagai sedekah) atau tetangga atau keluarga pekurban (sebagai hadiah).

Seperti yang banyak terjadi di perdesaan, mereka yang melakukan pemotongan, penyembelihan, pengulitan kurban itu bukan pihak yang dibayar dan disewa tenaganya, tetapi warga sekitar yang secara sukarela melakukan hal tersebut. Pada umumnya mereka adalah tetangga atau warga atau mereka adalah para dhuafa.

Jadi tidak ada kontrak sewa jasa antara panitia atau pekurban dengan pihak yang bersedia melakukan pemotongan, tetapi mereka melakukannya secara sukarela tanpa fee (bukan bisnis).

Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “…Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS al-Hajj: 28).

Dan sebagaimana penjelasan al-Qurthubi, “…(Boleh bagi seseorang) memakan hewan kurbannya dan menyedekahkan bagian yang lebih banyak…” (Tafsir Al Qurthubi, 12/44).

Sebagaimana penegasan oleh Ibnu Rusyd, “Dalam mazhab Imam Malik ada perbedaan pendapat, apakah daging kurban itu dikonsumsi oleh pekurban dan didonasikan secara sekaligus atau opsional antara keduanya. Ibnu al-Mawwaz berpendapat bahwa ia berhak untuk memilih salah satunya.” (Bidayah al-Mujtahid, Ibnu Rusyd hal 348).

Sebagaimana juga alasan berikut. (1) Dalam kondisi tertentu, biaya operasional kurban itu menjadi kebutuhan riil karena pemotongan dan pendistribusian itu membutuhkan biaya.

(2) Petugas yang menyembelih hewan kurban, menguliti, hingga layak dibagikan kepada yang berhak itu harus mendapatkan fee-nya jika melakukan itu atas kontrak jual beli jasa sesuai kesepakatan merujuk kepada perjanjian ijarah. Mereka yang menyembelih, menguliti, dan mengurus kurban adalah penjual jasa dan sebagai kompensasisnya berhak mendapatkan fee dari pemanfaat jasa.

(3) Dari sisi skema yang mengatur hak dan kewajiban antara para pihak itu menggunakan skema ijarah atau jual beli jasa pemotongan antara pekurban dengan juleha. Sedangkan antara pekurban dengan panitia itu menggunakan skema wakalah. Wallahu a’lam.

Redaktur: Wahid Ikhwan

__________________________

DAARUTTAUHIID.ORG

(Sumber: Ustadz Dr Oni Sahroni, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Republika)