Etika Marketing dalam Islam
Marketing dan Islam ibarat dua sisi mata uang logam. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Mengapa demikian? Sebelum orang mengenal disiplin ilmu marketing, al-Quran sudah lebih dahulu menjelaskan tentang marketing. Hal tersebut kemudian diaplikasikan oleh Rasulullah dalam bermuamalah.
Sebagaimana kita pahami, seseorang yang ingin menekuni dunia marketing harus memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan itu di antaranya, pertama, memiliki daya analisa yang bagus terhadap calon konsumennya. Konsep ini sejalan dengan, “Apabila telah ditunaikan salat maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. al-Jumu’ah [62]: 10).
Berikutnya, senang bergaul atau bertemu dengan orang lain. Islam mengajarkan, silaturahim dapat melahirkan kebaikan, baik usia maupun rezeki. Syarat selanjutnya, tidak lekas putus asa dan selalu memiliki strategi. Terakhir, dapat menentukan produk yang akan dijual.
Prof. DR. Syahrin Harahap menjelaskan salah satu ayat Quran yang berkaitan dengan etika markerting, yaitu “…Beritahukanlah kepadaku (berdasarkan pengetahuan) jika kamu memang orang-orang yang benar.” (QS. al-An’am [6]: 143). Ayat tersebut mengajarkan kepada kita untuk meyakinkan seseorang terhadap kebaikan yang kita jelaskan haruslah berdasarkan ilmu pengetahuan, data, dan fakta. Jadi, dalam menjelaskan manfaat produk, peranan data dan fakta sangat penting, bahkan seringkali data dan fakta jauh lebih berpengaruh dari pada penjelasan.
Kedua, kesungguhan dalam menjual. Allah berfirman, “Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu…” (QS. al-Qashshash [28]: 77).
Ketiga, selalu berbuat jujur. Seorang marketer dituntut jujur. Rasulullah bersabda, “Allah akan memberikan rahmat kepada orang yang berusaha dengan yang halal, membelanjakan harta dengan hemat, dan dapat menyisihkan uang pada saat ia fakir dan membutuhkannya.”
Pada hadis lain dijelaskan, dari Abu Dzar bahwa rasulullah bersabda, “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, dan Allah tidak mau melihat mereka dan tidak mau mengampuni mereka, bahkan mereka mendapat azab yang pedih.” Kemudian Abu Dzar berkata, “Nabi mengatakan ini sampai tiga kali.” Katanya lagi, “Mereka itu menyesal dan rugi.” Lalu sahabat bertanya, “Wahai rasulullah siapakah mereka itu?” Jawab Rasulullah, “Orang yang melabuhkan kainnya, orang yang mengungkit pemberiannya, dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim).
Sumpah palsu artinya memberikan keterangan dusta dengan tujuan agar dagangannya laku. Sikap demikian sangat dibenci Allah, sehingga Rasulullah mengingatkan, dari Abi Qatadah ra sesungguhnya dia telah mendengar Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu jual beli dengan banyak sumpah, karena perbuatan semacam itu berarti berbuat nifaq, kemudian akan dihapuskan berkahnya.” (HR. Muslim).
Sederet etika marketing yang disodorkan Islam ini, merupakan landasan yang kokoh dan kuat sebab Allah berfirman, “Dan seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepada)nya. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” (QS. an-Najm [53]: 39-41). (daaruttauhiid)