Dian Wahdhini Syarief: Bidadari yang Terlahir dari Cinta
Love is beautiful. Love is blind.
Love is patient. Love is foolish.
Love is kind. Love is complicated.
Love is miracle…
(Diambil dari buku Miracle of Love karya Eko P. Pratomo)
Itulah cinta. Ketidaksambungan terkadang membuat manusia terbingungkan olehnya. Sukar untuk dijelaskan, karena ragam sifat cinta yang saling bertolak belakang. Itulah cinta. Satu sisi ia memiliki sifat begitu elok, dekat, dan terasa bersahabat. Namun, sisi lainnya ia berbeda. Tetap tak terjelaskan, berjarak dan diselimuti misteri tak tertembus.
Tapi, ketika cinta berselaras keajaiban dari-Nya itu mengejawantah pada sepasang insan, niscaya akan terlahir pribadi mengagumkan. Yang mampu merengkuh keabdian dan kekhalifahan dengan seuntas senyum bahagia, dan menebarnya pada semesta. Karena cinta memiliki kekuatan mengubah tanah tandus menjadi emas. Ia pun mampu melakukannya pada seorang manusia, yang akhirnya menjadi bidadari bagi sesamanya, Dian Wahdhini Syarief.
Hidup Berlimpah Cinta
Terlahir dari keluarga yang sarat cinta, Dian merupakan anak kedua dari lima bersaudara pasangan dokter, Prof. Dr. dr. Rudy Syarief dan dr. Oemmy R. Syarief MMBAT. Masa kecil, remaja hingga dewasa ia lalui dengan penuh kebahagiaan. Hingga pada tahun 1989, Dian meraih sarjana Farmasi dari sekolah terkemuka di negeri ini, Institut Teknologi Bandung (ITB).
Setahun kemudian, kebahagiaan susul-menyusul menghampirinya. Dimulai dari karir yang dirintis di Bank Bali (kemudian berganti nama menjadi Bank Permata). Ia pun pindah ke Jakarta untuk meniti karir, hingga jabatan sebagai manajer humas Bank Bali diraihnya.
Pada tahun yang sama (1990), seorang pria, yang juga teman sekampusnya, Eko Priyo Pratomo datang meminang. Dian memutuskan menerima pinangan itu. Sungguh merupakan kehidupan berbahagia bagi dirinya. Menikmati kesuksesan dalam karir dan dikarunia suami yang teramat mencintai.
Tapi, roda nasib tak selalu bergandengan dengan kesuksesan dan kemudahan. Ada kalanya ia (nasib) juga beriringan dengan kesukaran. Setelah hampir sembilan tahun berkarir di Bank Bali dan menjalani mahligai rumah tangga, cobaan pun datang tanpa memberi tanda.
Ketika Lupus Menyapa
Suatu hari di Bulan Ramadan tahun 1999, bermula dari hadirnya bintik-bintik merah di kulit, yang dianggap sebagai gejala penyakit kulit biasa, sebentuk penyakit ganas mulai bersarang di tubuhnya. Namun, saat itu Dian tidak sedikit pun menyadari hal itu.
Dian memutuskan untuk memeriksakan ke dokter kulit. Dokter menyatakan bintik-bintik merah itu bukanlah penyakit kulit biasa. Setelah melalui pengecekan darah di laboratorium dan pengambilan sum-sum tulang belakang, dokter mengeluarkan diagnose. Dian terkena lupus.
Penyakit yang bernama lengkap Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau biasa dikenal dengan nama penyakit seribu wajah, karena gejala-gejalanya yang sukar dikenali, mulai merampas banyak hal dalam kehidupannya. Mulai dari berkali-kali menjalani operasi bongkar pasang tempurung kepala karena infeksi pada otak, hysterectomy (pengangkatan rahim) yang menutup keinginan Dian dan suami untuk memiliki momongan, hingga harus kehilangan daya penglihatan (low vision) karena serangan Lupus dan efek samping dari obat yang dikonsumsi.
“Jenis penyakit lupus yang saya alami menyerang darah, karena itu diberi obat-obatan yang bisa meningkatkan trombosit. Namun, efeknya wajah saya menjadi membesar seperti moon face. Sehingga ketika itu banyak teman-teman yang tidak mengenal wajah saya. Akibat samping lainnya, saraf mata saya terkena sehingga sekarang sisa penglihatan tinggal lima persen saja,” kata Dian.
Cinta Suami, Cinta Allah
Di titik inilah, kekuatan cinta itu mewujudkan rupanya. Dukungan kasih dari keluarga dan sahabatnya, mengubah Dian menjadi sosok yang tegar. Terutama dari suaminya, Eko Priyo Pratomo.
Pernah, suatu waktu ketika ia selesai menjalani operasi pengangkatan rahim, Dian dengan raut penuh kesedihan menyampaikan kerelaannya bila suami memutuskan untuk menikah lagi agar memperoleh keturunan. Tapi, sebagai suami, Eko tetap setia mendampingi perjuangan Dian melawan penyakit lupus hingga saat ini. Kekuatan cinta antara keduanya mampu mempertahankan perjalanan pernikahan dari kehancuran yang diakibatkan penyakit lupus.
“Kamu kan ladang amal saya. Itu yang dikemukakan Mas Eko saat saya kemukakan kekhawatiran saya kepadanya,” papar Dian.
Bahkan, sang suami, mendedikasikan kisah hidup Dian yang bergelut dengan lupus dalam sebuah buku yang ditulisnya, Miracle of Love: Dengan Lupus Menuju Tuhan. Tak berlebihan bila pasangan ini mendapat kehormatan untuk tampil di salah satu episode acara Kick Andy yang tayang pada 30 April 2010, bertajuk kesempurnaan cinta.
Bagaikan kepompong yang harus menjalani ujian maha berat, sebelum terlahir jadi kupu-kupu yang indah, begitulah adanya Dian. Baginya, inilah awal dari perjuangan panjang. Perjuangan bukan hanya untuk mengatasi segala kesakitan dan kesulitan yang timbul karena lupus, tetapi juga perjuangan mencari makna hidup di balik “musibah”.
Penyakit lupus yang menggerogoti tubuh dan hidupnya, tak membuat ia menjadi pribadi yang ringkih. Sebaliknya, Dian dengan segala keterbatasannya mampu menemukan makna dari ‘musibah’ tersebut.
“Dengan kasih sayang-Nya, Allah mencoba mengingatkan saya untuk kembali ke jalan-Nya dengan cara memberikan ujian berupa sakit berkepanjangan serta hilangnya salah satu indera penting. Dengan cobaan ini, saya tersadarkan akan tujuan hidup sebenarnya dan mulai memikirkan apa yang tersirat di balik yang tersurat. Sesuatu yang kadang kala kita sebut sebagai ‘musibah’ hakikatnya adalah cinta Allah,” tutur Dian yang memiliki hobi menulis ini.
Tak hanya itu, Dian bersama suaminya mendirikan Yayasan Syamsi Dhuha Foundation (SDF). Yayasan ini diperuntukkan membantu mereka yang menderita lupus, low vision, dan kanker. Dian juga senantiasa aktif berbicara di berbagai forum. Saling berbagi semangat kepada para odapus (penderita lupus) dan keluarga mereka, meskipun dengan segala keterbatasan fisik dan usia yang dimilikinya.
“Umur yang tersisa hari ini sungguh tak ternilai harganya bagi saya. Karena hari esok, belum tentu jadi bagian dari hidup saya,” ujar Dian merefleksikan rasa syukurnya itu.
Cintanya kepada Allah pun semakin berbunga iman yang kokoh. Menghujam dalam dan tercium wangi bagi siapa pun yang mengenalnya.
Seorang ibu yang anaknya menderita lupus, Ummi Inni Indapuri di Facebooknya menulis kesan mengenai Dian: “Bagiku kau lebih dari sekadar bidadari, tercipta untuk menebar cinta dan kasih. Semoga Allah Subhanahuwataala selalu melindungimu, memberikan kesehatan padamu, memuliakanmu, selalu.”
Serangkai doa tulus itu memang pantas untuknya, bidadari yang terlahir dari cinta. (daaruttauhiid)