Cerdas dengan Membaca Al-Quran
“Bacalah oleh kalian al-Quran. Sesungguhnya, Dia akan datang pada Hari Kiamat sebagai penolong bagi para pembacanya.” (HR Muslim)
Al-Quran adalah cahaya yang akan memandu manusia untuk menemukan jalan kebenaran di tengah kegelapan. Siapa pun yang menjadikan al-Quran sebagai panduan hidup, tidak ada yang akan ia dapatkan, selain kemuliaan yang sejati (QS. al-Anbiyâ’[21]: 10). Namun sebaliknya, siapa pun yang berpaling dari al-Quran, Allah Ta’ala akan memberikan aneka kesempitan dalam hidupnya (QS. Thâhâ[20]: 124). Bagaimana mungkin seseorang bisa menjalani hidup dengan baik, bahagia, dan lurus sehingga bisa mencapai ke tempat tujuan apabila ia tidak mengenal atau tidak memahami petunjuk dan peta yang dianugerahkan oleh pemilik dunia. Kedekatan dengan al-Quran dengan demikian menjadi sebuah keniscayaan bagi seorang Muslim.
Membaca al-Quran adalah tahap awal dan ”minimal” dalam membangun interaksi dengan al-Quran. Itulah mengapa para sahabat dan orang-orang saleh—baik generasi terdahulu maupun generasi terakhir—senantiasa membiasakan diri untuk membaca al-Quran. Bacaan al-Quran bagi mereka merupakan musikal terindah yang terlalu indah untuk diabaikan. Maka, berkaca dari sirah, masa terlama bagi para sahabat dalam mengkhatamkan al-Quran adalah 40 hari atau sebulan sekali; artinya satu hari satu juz. Ada pula yang mengkhatamkan al-Quran seminggu sekali, di mulai hari Jumat dan khatam pada Jumat berikutnya.
Untuk mengondisikan umatnya agar mencintai al-Quran, Rasulullah saw mengungkapkan berbagai keutamaan dan kebaikan yang akan didapat oleh orang yang gemar membaca dan menelaah Al-Quran. Empat di antaranya dapat disebutkan di sini.
Pertama, orang yang gemar membaca al-Quran akan mendapat syafaat pada hari Kiamat. Abu Umamah berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Bacalah oleh kalian al-Quran. Sesungguhnya, ia akan datang pada hari Kiamat sebagai penolong bagi para pembacanya ….” (HR. Muslim)
Kedua, orang yang gemar membaca al-Quran akan mendapatkan kemuliaan pada hari Kiamat. Rasulullah saw bersabda, “Dikatakan kepada pembawa al-Quran, ‘Bacalah dan naiklah, bacalah sebagaimana kamu membaca di dunia, maka sesungguhnya (tingginya) kedudukan (yang dicapai) pada hari Akhir sesuai ayat yang kamu baca.” (HR At-Tirmidzi, Abu Daud, dan An-Nasa’i)
Ketiga, Allah Ta’ala akan mengistimewakannya di hadapan para makhluk ciptaan-Nya. ”Tidak ada rasa iri, kecuali pada dua perkara, (yaitu) seseorang yang diberi Allah al-Quran, maka dia mengamalkannya siang dan malam. Dan, seseorang yang diberi harta, maka dia menginfakkannya siang dan malam.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Keempat, Allah Ta’ala akan mengangkat derajatnya. ”Sesungguhnya, Allah Azza wa Jalla dengan kalam ini, mengangkat beberapa kaum dan merendahkan kaum lainnya.” (HR Muslim)
***
Pada kenyataannya, aktivitas membaca al-Quran tidak hanya mendatangkan pahala. Dari sudut pandang neurosains pun, membaca al-Quran ternyata memiliki banyak manfaat.
Huruf hijaiyah yang menjadi huruf al-Quran dikenali otak bukan sebagai huruf atau teks melainkan sebagai gambar. Penginderaan terhadap gambar akan mampu mengaktifkan otak kanan. Bayangkan saja, ketika kita membaca al-Quran, otak akan bekerja dalam orkestrasi keindahan yang akan mengalirkan endorfin dan hormon cinta. Itu artinya baru dari tulisannya saja, al-Quran sudah menyimbolisasikan cinta. Hal ini sesuai dengan dalil bahwa Adam adalah makhluk yang dapat menyebutkan nama-nama benda.
Dengan demikian, asosiasi, korelasi, dan juga munculnya kesadaran cerdas diawali dari hurufnya. Intonasi dan cara pelapalan atau pengucapan dalam ilmu tajwid juga bermakna dalam bahwa setiap aktivitas nervus hipoglossus di otak yang mengatur lidah akan disinergikan dengan saraf trigeminus yang mengatur wajah dan rahang, serta berpadu dengan saraf vagus yang mengatur napas dan jantung.
Apabila kita membaca al-Quran dengan terjemah dan tafsirnya, akan terlibatlah talamus yang memfilter nervus optikus yang dibantu oleh nervus trochlearis dan occulomotorik serta mengaktifkan jalur akuisisi data yang akan melalui traktus mamilaris menuju hipokampus. Aktivitas sel-sel hipokampalik akan memunculkan memori dan pengertian atau persepsi. Jika menggunakan alur alegorik dan pranala waktu, di dalam otak kita akan muncul pemahaman frontalis tentang timeline sejarah dan tahapan pengertian.
Dengan demikian, tanpa kita sadari, membaca Al-Quran akan membangun sistematika berpikir yang algoritmis, sistematis yang memadukan antara imajinasi dan logika, antara keindahan dan moralitas, antara otak kiri dan otak kanan. Ketika seseorang berpikir seperti ini, yang bersangkutan akan menjadi lebih cerdas dan seimbang dalam hidupnya. (Tauhid Nur Azhar)