Cara Nabi Menegur Sahabatnya yang Berbuat Salah

DAARUTTAUHIID.ORGDalam Islam, kita diajarkan bagaimana adab menegur teman atau orang lain jika melakukan kekeliruan. Hal tersebut agar dalam penyampaiannya tidak sampai membuat orang yang kita tegur merasa tersinggung.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menegur sahabat dengan tidak menyakiti hati sahabatnya. Beliau berulangkali menegur sahabatnya dengan menyindir hingga ia mengakui kesalahannya.

Diriwayatkan dari Khawat bin Jubair, bahwa ia dan sahabat lainnya bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berhenti di Marr adz-Dzahran.

Kemudian Khawat keluar dari tendanya dan tiba-tiba melihat para wanita yang sedang berbincang-bincang.

Wanita-wanita itu membuatnya terpesona, lalu ia pun segera kembali ke tenda dan mengambil tasnya.

Kemudian ia menggunakan pakaian yang bagus untuk dipakai, lalu ia menghampiri mereka dan duduk bersamanya.

Tiba-tiba Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dari tendanya, lalu bertanya, “Hai Abu ‘Abdullah, apa yang membuatmu duduk-duduk bersama mereka?”

Ketika Khawat melihat Rasulullah, ia merasakan kewibawaan beliau. Dengan rasa panik ia menjawab, “Wahai Rasulullah, untaku lepas. Aku sedang mencari tali kekangnya, tetapi untaku pergi maka aku pun mengikutinya.”

Lalu beliau melemparkan selendangnya pada Khawat dan masuk ke antara pepohonan arok (pohon arok merupakan pohon yang batangnya digunakan untuk siwak).

Khawat seperti bisa melihat putih perut beliau di antara hijaunya pepohonan Arok. Lalu, beliau pun membuang hajat kemudian berwudhu.

Tiba-tiba, Rasullullah kemudian bertanya kepada Khawat, “Hai Abu Abdullah, bagaimana kabar untamu yang lepas?”

Kemudian Rasulullah dan para sahabat termasuk Khawat pergi melanjutkan perjalanan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah mengikuti Khawat di sepanjang perjalanan melainkan dengan berkata, “Assalamu‘alaikum, hai Abu Abdullah, bagaimana kabar untamu yang lepas?”

Saat Khawat merasakan ketidaknyamanan itu, ia segera memasuki kota Madinah dan menjauhi masjid untuk menghindari duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.

 Setelah beberapa saat berlalu ia melihat masjid sedang kosong, maka ia pun masuk ke masjid dan menunaikan shalat.

Tiba-tiba Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam keluar dari salah satu kamarnya, kemudian shalat dengan singkat.

Khawat berusaha menghindar dengan cara memperpanjang shalatnya dengan harap Nabi akan pergi dan meninggalkannya.

Lalu Nabi berkata, “Panjangkanlah (shalatmu) sesukamu, hai Abu Abdullah. Aku akan terus di sini hingga kamu pergi.”

Dalam hati Khawat berkata, “Demi Allah, sungguh aku meminta maaf kepada Rasulullah dan menyenangkan hati beliau (seusai shalat).”

Ketika beliau bertanya, “Assalamu ‘alaikum, hai Abu Abdullah, bagaimana kabar untamu yang lepas?”

Khawat pun menjawab, “Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, unta tidak pernah lepas sejak aku masuk Islam.”

Lantas Nabi berkata, “Semoga Allah merahmatimu, semoga Allah merahmatimu, semoga Allah merahmatimu.” Setelah itu beliau tidak pernah lagi membahas tentang unta tersebut. (HR. Ath-Thabrani).

Begitulah cara Rasullulah menegur sahabatnya jika berbuat salah. Pada dasarnya Rasul telah mengetahui kesalahan sahabatnya, namun Nabi tidak langsung menegurnya melainkan dengan cara bertanya, hingga sahabat mengakui kesalahan dan memperbaikinya. (Wahid/Arga)

Redaktur: Wahid Ikhwan


DAARUTTAUHIID.ORG