Cara Melawan Nafsu
Adanya hukum taklifi, yakni adanya hukum wajib, ada sunnah, makruh, dan haram dirancang oleh Allah supaya kita bahagia. Supaya kita mulia dan yang terpenting supaya kita selamat kembali ke asal muasal tempat nenek moyang kita di surga. Nabi Adam ‘alaihissalam itu bukan penduduk asli dunia. Beliau aslinya adalah penduduk surga. Demikian pula Siti Hawa. Kita ciptaan Allah dan karenanya Ia tahu persis apa yang membuat kita bahagia.
Jadi kalau kita mendengar perintah Allah, hakikatnya kita sedang mendengar perintah bahagia. Apa yang Allah Ta’ala larang itu sudah pasti hanya akan membuat kita sengsara dan hina. Tapi Allah SWT juga menciptakan nafsu, yang kadang bertentangan dengan perintah-Nya. Sebagai ujian bagi kita, Ia pun menciptakan setan-setan yang senantiasa membisiki. Senang kepada apa yang tidak disukai Allah, itulah keinginan nafsu. Tidak senang kepada apa yang disukai Allah, jelas adalah tipu daya setan.
Maka dari itu, Allah Ta’ala menurunkan agama supaya jelas tentang arti bahagia dalam hidup manusia. Lelahnya taat itu dengan istirahat semalam bisa hilang, capeknya hilang namun pahala membekas selamanya kalau ikhlas. Sedangkan hasil perbuatan nafsu sebaliknya. Hukumannya yang membedakan, contoh berzina. Allah buat kesenangannya tidak lama, malahan sangat sebentar, tapi kehinaan dan kebinasaannya selamanya. Nafsu diciptakan oleh Allah laksana fatamorgana, tampaknya menyenangkan padahal semu dan mengecoh.
Misalnya kalau kita senang membeli materi atau barang, tidak akan ada ujungnya. Nafsu akan berkata, “Beli lagi! Beli lagi!” Handphone kita boleh punya yang bagus, sangat boleh, handphone Aa juga bagus-bagus, tapi ya pemberian. Istilah Sundanya mah BKP: Beunghar Ku Pamere. Jadinya TLK: Teu Loba Kahayang, akhirnya KB: Keun Bae.
Mulai sekarang kita harus sadar sedang di mana. Peta itu harus ada, misal jika kebaikan atau perintah Allah di sana, harus ada kemauan untuk menujunya sebab pasti bahagia. Jadi harusnya mendengar perintah Allah: perintah salat, perintah saum, perintah baca Quran, perintah sedekah itu harus semangat menyambutnya. Harus ada kesan, “Ini dia nih yang saya cari!”
Harus kuat juga menghadapi ujiannya. Biasanya nafsu membisikkan ketakutan supaya kita was-was. Misalnya, saat sedekah ada perasaan takut miskin. Ingin salat tepat waktu ke masjid ada bisikan, “Nanti waktu buat rapatnya terbuang!” Ini penting dipahami. Padahal nafsu tidak mampu berbuat, hanya berupa bisikan saja.
Contoh paling sederhana saat akan salat tahajud. Salat malam jelas sangat disukai Allah, tapi nafsu tentu tidak suka. Saat kita sudah bangun jam tiga dini hari, nanti pasti nafsu membuai, “Tunggu dulu lima menit, yang tenang saja teruskan dulu tidurnya.” Selalu akan ada alasan. Padahal nafsu berupa bisikan itu tidak bisa menerkam kita, yang membuat kita menarik selimut ya karena kita kalah oleh tipu daya itu. “Selimutnya tarik, ayo tidur lagi!” Hanya bisa menyuruh saja. Jika kita tidak tergoda untuk menarik selimut, ya dia tidak mungkin bisa menarik selimut itu sendiri.
Nah sekarang mah bulatkan hati kita untuk taat dengan apa yang Allah sukai itu. Rida bahwa yang membuat saya bahagia adalah yang diperintahkan Allah. Pasti yang Allah Ta’ala suka itu adalah yang membuat saya ke surga, walaupun nafsu menghalang-halangi. Sering-sering latihan membersihkan diri dari apa yang kira-kira jadi beban di akhirat nanti. (KH. Abdullah Gymnastiar)