Bolehkah Menggabungkan Niat Puasa Qadha dan Syawal? Begini Penjelasannya
DAARUTTAUHIID.ORG | Salah satu kewajiban yang harus dilunasi bagi seorang muslim pasca bulan Ramadhan ialah membayar hutang puasa atau mengqadha puasa sesuai jumlah puasa yang ditinggalkan. Bulan syawal adalah bulan yang dapat dijadikan sebagai waktu dalam mengganti puasa Ramadhan.
Pada bulan syawal dianjurkan juga untuk melaksanakan puasa syawal sebanyak 6 hari. Namun bagaimana jika ada utang puasa pada bulan Ramadhan? Mana yang lebih utama untuk dikerjakan? Apakah boleh niat puasa digabungkan?
Menjawab pertanyaan tersebut, Imam al-Syarqawi dalam karyanya Hasyiyah al-Syarqawi berpendapat:
“Bila seseorang berpuasa pada Syawal dengan niat qadha, atau selainnya seperti nadzar atau puasa sunnah lain, orang tersebut tetap mendapatkan pahala puasa sunnah Syawal. Sebab substansi puasa enam hari di bulan Syawal telah dilaksanakan. Tetapi, dia tidak mendapatkan pahalanya dengan sempurna sesuai kriteria yang dituntut (oleh hadits). Bila ingin mendapat pahala puasa Syawal dengan sempurna, harus dilaksanakan dengan niat khusus puasa enam hari Syawal (tidak digabung dengan yang lain)…” (Lihat Hasyiyah al-Syarqawi, juz 1, hlm 474)
Hal ini senada dengan pendapat l-Ramli (w 1004 H) dalam kitabnya Nihayatul Muhtaj, ia menyampaikan bahwa seseorang melaksanakan puasa qadha pada Syawal, dia tetap mendapatkan pahala sunnah Syawal tetapi tidak mendapatkan pahala yang sempurna.
Pada intinyanya diperbolehkan jika menggabungkan niat qadha puasa dan sunnah Syawal secara bersamaan. Akan tetapi, bila ingin pahala melaksanakan sunnah Syawal dengan sempurna, harus mendahulukan qadha terlebih dahulu lalu dilanjutkan puasa sunnah enam hari di bulan Syawal.
Setelah melewati satu bulan penuh puasa Ramadhan dan merayakan hari Idul Fitri, kita dianjurkan berpuasa sunnah selama enam hari Syawal. Anjuran tersebut bersumber dari hadits:
“Sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda Siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian diiringi dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR Muslim )
Imam al-Nawawi juga memberi pendapat dalam kitabnya al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Hajjaj menjelaskan bahwa hadits di atas menjadi dalil yang jelas bagi Madzhab al-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan ulama yang mensepakati mereka mengenai kesunnahan puasa enam hari di bulan Syawal.
Sedangkan menurut Imam Malik dan Abu Hanifah yang memandang puasa enam hari Syawal hukumnya makruh karena menurut kedua Imam ini, karena puasa tersebut dianggap tidak pernah dicontohkan ulama sebelumnya.
Kemudian al-Nawawi menjelaskan alasan mengapa puasa sunnah enam hari setelah Syawal diberi pahala setara dengan puasa satu tahun. Bahkan Menurut al-Nawawi menambahkan bahwa Puasa satu bulan penuh berjumlah 30 hari ditambah enam hari puasa sunnah kemudian dikali 10, jumlahnya persis 360, sesuai hitungan hari selama satu tahun penuh.