Bisnis Perhotelan, Marak Sejak Kekhilafahan
Perhotelan saat ini menjadi sebuah trend tersendiri terkait dengan bisnis pariwisata yang semakin berkembang hampir di seluruh dunia. Meskipun fenomena pandemi saat ini membuat bisnis tersebut harus menelan pil pahit, namun tidak ada salahnya mengkaji bagaimana bisnis perhotelan ini bermula. Khususnya dalam tinjauan sejarah peradaban Islam.
Catatan Guinness World Records menyebutkan bahwa Nisiyama Onsen Keiunkan yang telah berdiri sejak 705 di Perfektur Yamanashi, Jepang, sebagai hotel tertua di dunia. Hotel yang terletak di kaki Pegunungan Akaishi itu hingga saat ini masih beroperasi dengan manajemen keluarga keturunan sang pendiri yakni Fujiwara Mahito.
Sedangkan dalam konteks peradaban Islam, bisnis perhotelan dianggap sebagai fasilitas umum yang pada akhirnya berkembang menjadi ladang bisnis di era modern. Pakar sejarah Islam Prof. Raghib as-Sirjani menjelaskan bahwa kaum muslimin telah mengenal sistem perhotelan sejak lama.
Landasannya yakni firman Allah SWT:
لَّيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَدْخُلُوا۟ بُيُوتًا غَيْرَ مَسْكُونَةٍ فِيهَا مَتَٰعٌ لَّكُمْ ۚ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا تَكْتُمُونَ
Artinya: “Tidak ada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan.” (QS. an-Nur [24]: 29).
Sebagian ulama menafsirkan firman tersebut, bahwa yang dimaksud dengan rumah-rumah (buyut jamak dari bayt) adalah fasilitas yang sengaja dibangun untuk para musafir. Tempat mereka menginap dan menempatkan barang-barang untuk sementara waktu.
Perhotelan di Masa Khilafah
Hotel dalam bahasa Arab disebut al-funduq. Kata ini berasal dari Persia (Lisan al–Arab, Ibnu Manzhur). Sistem perhotelan telah dikenal sejak awal peradaban Islam. Di antara para khalifah yang mencurahkan perhatian terhadap perhotelan adalah Khalifah Al-Mustanshir Billah (w. 640 H). Beliau membangun hotel-hotel sebagai tempat singgah bagi para musafir dan orang-orang fakir.
Sejarah mencatat bukan hanya para khalifah yang membangun hotel, bahkan kaum perempuan pun berpartisipasi. Dalam tarikh Madinah Dimasyq, Ibnu Asakir menyebutkan bahwa Ishmatuddin binti Muinuddin, istri dari Shalahuddin (w. 581 H) adalah pemilik hotel Ishmatuddin di Damaskus. Dengan membangun hotel tersebut, Ishmatuddin mengharapkan balasan yang baik dari Allah SWT.
Cottage Daarul Jannah
Bagi para pengunjung Daarut Tauhiid (DT), nama Cottage Daarul Jannah (DJ) tentu tidak asing. Letaknya di dalam Kawasan Wakaf Terpadu Pesantren DT, tidak jauh dari Masjid DT. Cottage DJ merupakan penginapan bertaraf hotel dengan nuansa syariah nya yang kental. Hal ini terlihat dari fasilitas yang disediakan di tiap kamar, yakni sajadah dan al-Quran.
Cottage DJ pada mulanya diperuntukkan bagi para peserta pelatihan di DT yang berasal dari beberapa instansi seperti perbankan. Selanjutnya dengan semakin meningkatnya jumlah pengunjung DT, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, Cottage DJ menjadi terbuka untuk umum.
Selain menyediakan sarana penginapan, Cottage DJ juga menyediakan layanan MICE (Meeting, Incentive, Conference and Exhibition), wisata syariah, dan ticketing (pesawat, kereta api, dan tempat wisata). Dengan layanan ini para tamu yang datang menginap di Cottage DJ atau jamaah yang berkunjung ke DT, bisa dengan mudah memesan tiket pulang kembali ke tempat asal atau melanjutkan perjalanan ke tempat-tempat yang mereka inginkan. (Ana)