Bertanggung Jawab, Sikap Mental Seorang Pengusaha

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pada empat belas abad yang lalu telah mencontohkan kepada kita betapa pentingnya membangun kekuatan ekonomi. Karena untuk berdakwah dan berbuat baik serta memberikan manfaat, kita butuh kemandirian. Untuk memberi pada orang lain, kepada siapa saja, tetangga, saudara, atau pun kepada yang membutuhkan, kita perlu kekuatan ekonomi. Kita perlu kekuatan uang atau financial power.

Kita ini kalau misalnya ingin menjadi seorang entrepreneur yang hebat, harus berani bertanggung jawab terhadap apa yang sudah diputuskan. Harus siap menanggung konsekuensinya, baik itu kecil maupun besar. Kita mengetahui setiap keputusan itu pasti ada resikonya. Dan semuanya itu harus kita ukur konsekuensi dan resikonya. Orang-orang hebat yang terkenal, yang memimpin sebuah organisasi, perusahaan yang besar, lembaga dan lain sebagainya biasanya sangat bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskan.

Mnegapa? Karena sebagai seorang pemimpin, sekali mengambil keputusan maka akan diikuti oleh semua orang di perusahaan atau organisasi dengan segala konsekuensinya. Contoh, misalnya terkait kebijakan mengatasi virus Corona. Sekali diketuk keputusan misalnya perusahaan akan ditutup sementara aktivitasnya, maka kita juga harus mengukur minimal empat belas hari ke depan. Bagaimana cadangan keuangan, bagaimana logistik, bagaimana antusiasme tim untuk tetap berkarya. Termasuk juga perkara lapangan atau teknis seperti tagihan listrik, air, operasional dan sebagainya harus juga diperhitungkan. Tentu saja seorang pemimpin harus memperhitungkan itu semua kalau misalnya sudah ada hitungannya. Ada resiko yang bisa dipikul bersama. Begitu semua sudah bisa terukur, maka biasanya mengambil keputusan lebih mudah dengan segala konsekuensi dan pertanggungjawabannya.

Ingat, bisnis itu yang penting bukan uang. Kalau nanti membuat usaha atau bisnis yang penting bisa menguatkan iman. Jangan sampai uang bertambah dan malah iman yang berkurang. Karena hakikatnya uang itu adalah Allah yang menggenggam. Allah bagikan kepada siapa yang dikehendaki. Allah tahan dan ambil sekehendak-Nya. Seperti yang sering Aa Gym sampaikan karena tugas kita dalam usaha itu bukan sibuk mencari uang, tapi menjemput rezeki.

Kalau mencari itu antara ada dan tiada. Kalau menjemput itu pasti ada. Oleh karena itu, yang kita cari adalah keberkahannya. Jangan takut tentang rezeki, selama ini pun rezeki kita dicukupi dan pasti ada sampai kita mati. Kalau tentang rezeki itu jangan takut tidak punya, tapi takut tidak berkah.

Jangan takut tidak punya rezeki, tapi takut tidak punya syukur. Kalau sudah diberi tidak tahu syukur, tidak jadi kebaikan rezeki yang ada. Jangan takut tidak punya rezeki, tapi takut tidak punya sabar ketika Allah menahan rezeki kita. Ada waktunya ditahan oleh-Nya.

Jangan takut tidak punya rezeki, tapi takut tidak punya rida. Ketika rezeki yang dititipkan diambil karena sudah waktunya diambil. Maka, jadilah pengusaha muslim yang dalam ma’rifat dan imannya kepada Allah Ta’ala. (H. Gatot Kunta Kumara, ST., MM; Ketua Yayasan Daarut Tauhiid)

ket: ilustrasi foto diambil saat sebelum pandemi