Berlomba dalam Kebaikan
Suatu ketika di kota Madinah, para sahabat mendengar Nabi Muhammad shalallahu ‘alayhi wassallam memerintahkan kaum muslimin untuk bersedekah saat menjelang Perang Tabuk. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan peperangan yang akan digunakan oleh pasukan muslim melawan bangsa Romawi. Mendengar perintah Rasul tersebut seketika Umar Bin Khattab berkata, “Aku berniat mengalahkan Abu Bakar.”
Umar pun bergegas mengumpulkan setengah dari seluruh hartanya kemudian membawanya ke hadapan Rasul dan berkata, “Ya Rasulullah ini setengah dari harta yang aku miliki, aku masih sisakan sebanyak ini pula di rumahku.” Kemudian Rasul bertanya, “Lalu apa yang kau sisakan untuk keluargamu?” Umar menjawab, “Separuh dari harta yang kuserahkan ini wahai Rasul.”
Tidak lama setelah itu datanglah Abu Bakar membawa hartanya dan menyerahkannya kepada Rasul. Kemudian Rasul bertanya juga kepada Abu Bakar, “Apa yang kau tinggalkan untuk keluargamu wahai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab, “Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya.” Melihat hal tersebut Umar pun menyadari bahwa dia tidak akan bisa mengalahkan Abu Bakar.
Berlomba dalam Kebaikan
Umar bin Khattab berpikir demikian karena beliau merasa Abu Bakar selalu lebih unggul dari dirinya dalam kontribusi untuk berjihad, oleh karena itu Sayyidina Umar ingin membuktikan kepada Allah dan dirinya sendiri bahwa beliau mampu untuk berkorban lebih. Bukan berarti jika kita kita melakukan sesuatu atau bersedekah ingin lebih banyak dari orang lain berarti kita iri terhadap orang lain. Justru ini adalah salah satu iri yang diperbolehkan oleh Allah Ta’ala karena kita ingin lebih baik dalam beramal dari orang lain dengan tidak didasari dengki.
Fastabiqul khairaat atau berlomba dalam kebaikan adalah motivasi kita sebagai hamba Allah untuk mampu menjadi makhluk terbaik di hadapan Allah Ta’al. Bukan untuk menjadi terpandang di hadapan manusia semata.
Pahala yang Berlipat Ganda
Saat ini, masa ribuan tahun sejak peristiwa di atas mungkin sangat mudah kita mengucapkan mampu bersedekah harta. Tapi apakah dalam pelaksanaannya kita benar-benar ringan tangannya untuk mampu mengeluarkan sebagian dari harta kita. Padalah Allah Ta’ala telah menjajikan kepada kita lipat gandanya pahala sedekah itu.
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ
وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261).
Bersedekah juga adalah sebagai upaya untuk menguji apakah kita benar-benar meyakini Allah. Karena boleh jadi masih adanya rasa berat hati dalam diri kita untuk bersekah. Boleh jadi karena kita belum benar-benar yakin dan percaya dengan janji Allah Ta’ala padalah tidaklah satu pun janji Allah yang akan diingkari oleh-Nya. Oleh karenya dengan bersedekah in sya Allah itu mampu menjadi amalan tambahan yang akan menambal dosa-dosa kita. (Wahid)