Berbaik Sangka agar Hidup Bahagia
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan, bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Hujurat [49]: 12)
Saudaraku, tidak jarang kita mendengar desas-desus tentang seseorang, bisa jadi itu teman, saudara, tetangga, guru, atau lainnya. Desas-desus yang berpindah dari mulut seseorang kepada yang lainnya. Isinya berita miring yang tidak jelas kebenarannya.
Dari desas-desus itu kemudian kita berpikiran negatif tentang orang yang sedang dibicarakan. Lalu, mengira berita miring itu benar, tapi kita enggan melakukan tabayyun (klarifikasi) langsung kepadanya dalam rangka amar ma’ruf nahyi munkar, dan dalam rangka saling mengingatkan untuk kebenaran (tawasau bilhaq).
Jelas sekali buruk sangka itu haram hukumnya. Selain berdasarkan firman Allah yang telah disebutkan (surah al-Hujurat [49] ayat 12), ada juga keterangan yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Jauhilah olehmu buruk sangka, karena buruk sangka itu adalah sedusta-dustanya omongan.” (HR. Muttafaq ‘alaih)
Buruk sangka bisa menghancurkan keharmonisan rumah tangga, meretakkan hubungan sosial baik di tempat kerja atau di lingkungan masyarakat. Betapa besar kerugian yang diakibatkan buruk sangka. Tidak hanya kerugian dalam hal hubungan dengan orang lain, namun juga kerugian untuk diri sendiri. Karena buruk sangka bisa menimbulkan iri dengki, tersiksa dengan curiga, merasa tidak aman, dan merasa terancam oleh hal-hal yang sebenarnya hanya bayangan sendiri.
Seorang suami yang buruk sangka kepada istrinya, atau sebaliknya, akan berusaha mengawasinya selama 24 jam. Padahal sebenarnya pasangannya itu tidak melakukan hal-hal buruk. Jika sudah demikian, rasa saling percaya akan memudar. Keharmonisan luntur dan keutuhan rumah tangga dipertaruhkan.
Buruk sangka bisa merenggangkan kebersamaan, menghancurkan persaudaraan. Oleh sebab itu, marilah kita fokus untuk berbaik sangka (husnuzhon). Setiap kali mendapatkan berita miring tentang saudara kita, jika ada kesempatan segeralah datang kepadanya dan tabayyun. Jika berita itu benar, maka bantu saudara kita itu untuk memperbaikinya. Sedangkan jika salah, maka hati kita terjaga dari noda buruk sangka dan persaudaraan pun tetap terbina.
Berbaik sangka juga wajib kita lakukan terhadap Allah SWT. Mengapa? Karena tidak sedikit manusia yang buruk sangka terhadap-Nya. Ketika terkena musibah, maka ia mengira Allah tidak sayang kepadanya. Ketika terlilit utang, ia mengira Allah pelit kepadanya. Mahasuci Allah dari segala keburukan. Ini berbahaya, karena ini adalah sikap mengufuri nikmat Allah yang begitu berlimpah telah Ia berikan kepadanya namun dilupakan.
Namun, jangan juga menjadi salah pemahaman. Jangan berpikir bahwa kita cukup berbaik sangka, Allah akan melimpahkan sehat kepada kita tapi pola hidup tidak sehat. Jangan pula berpikir bahwa kita cukup berbaik sangka Allah akan melimpahkan materi, namun kita tidak berikhtiar menjemput rezeki-Nya yang tersebar di muka bumi. Jangan berpikir cukup berbaik sangka Allah mengampuni dosa-dosa kita, namun kita malah terus melakukan kemaksiatan dan menjauhi tobat.
Sebagaimana Imam Ibnu Qoyyim pernah menerangkan di dalam al–Jawab Al Kafi bahwa, “Telah jelas perbedaan antara berbaik sangka dan ghurur (terpedaya diri sendiri). Berbaik sangka akan mendorong lahirnya amal kebaikan, serta menganjurkan, membantu dan membimbing untuk melakukan kebaikan. Inilah sikap yang benar. Sedangkan jika mengajak kepada sikap berleha-leha, tidak mau berusaha, dan malah bergelimang kemaksiatan, maka ini adalah ghurur.
Berbaik sangka adalah pengharapan (roja). Barangsiapa yang pengharapannya membawa pada ketaatan dan menjauhi kemaksiatan, maka itu adalah pengharapan yang benar. Dan, barangsiapa yang tidak mau beramal dan mengira bahwa sikapnya itu adalah pengharapan, maka sesungguhnya itu adalah terpedaya.”
Penjelasan Imam Ibnu Qoyim selaras dengan keterangan dari Hasan al-Bashri yang mengatakan, “Sesungguhnya orang beriman ketika ia berbaik sangka kepada Tuhannya, maka ia akan memperbaiki amalnya. Sementara orang yang buruk, ia berburuk sangka kepada Tuhannya, sehingga ia melakukan amal keburukan.”
Sehingga barbaik sangka kepada Allah itu adalah dengan cara melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya, kemudian meyakini Allah akan menerima ibadahnya. Juga diwujudkan dengan cara berdoa dengan khusyu kepada Allah diiringi keyakinan Ia pasti mengabulkan doanya.
Inilah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah, “Berdoalah kepada Allah dalam keadaan kalian yakin akan dikabulkan.” (HR. Tirmidzi)
Maka saudaraku, berbaik sangkalah kepada qodho dan qodar Allah. Ini adalah sikap orang yang beriman kepada-Nya. Yakinlah bahwa setiap kejadian ada dalam kekuasaan Allah SWT. Yakinlah bahwa Allah Mahasuci dari perbuatan zalim terhadap makhluk-Nya. Setiap peristiwa yang menimpa kita sungguh telah terukur sesuai dengan kemampuan kita untuk memikulnya. Setiap ujian yang terjadi selalu menyimpan hikmah agung yang Allah siapkan bagi hamba-Nya yang mau bersabar dan tetap istiqamah beribadah kepada-Nya. (KH Abdullah Gymnastiar)