Belajar untuk Introspeksi diri
Sahabatku, sangat penting dan perlu kita sadari bahwa setiap waktu ada perhitungannya. Jika ingin kita selamat dari perhitungan di akhirat, haruslah kita menghisab diri ini. Kita harus membiasakan menghisab diri sebelum menghadapi perhitungan kelak.
Kegiatan ini lebih sering kita jadikan sebagai sarana bermuhasabah. Kita menjadikan Hisab diri ini dalam keseharian kita. Perlu diingat dan kita berdiam diri dalam menghiba diri ini. Sehingga kita berbicara pada diri. Dialog ini selalu dijadikan cara mengingat berapa kesalahan dan dosa yang telah kita lakukan.
Sudah berapa banyak saya bicara. Lalu apa hal yang sering saya bicarakan. Lalu, berapa banyak kata-kata yang Allah Ta’ala sukai. Berapa banyak kata yang tidak Allah Ta’ala sukai. Kita lebih suka berbohong, suka ghibah, atau melebih-lebihkan. Berapa banyak hal sia-sia yang saya lakukan. Ini kata-kata yang harus keluar dari ucapan kita.
Sahabatku, ketika kita seperti itu pastilah akan kita menjadi hamba yang hina kepada Allah Ta’alla. Kita harus tau, demi Allah semua itu akan dicatat dan tidak lepas dari pantauan Allah. Lalu, kemana kita harus berdusta dan menggelak? Allah itu Maha tau dan Maha melihat. Kita tahu tapi lebih sering pura-pura lupa.
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Artinya: “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf : 18).
Tidak ada satu pun yang kita katakan kecuali ada malaikat yang mencatat. Setiap saat bahkan pada saat sekarang ini. Gerakan tangan kita menyentuh apa saja. Kemana kaki kita melangkah. Pikiran kita dan semua itu tercatat dan akan dipertanggungjawabkan. Termasuk dibelanjakan untuk apa uang yang kita punya. Kalau tidak kita evaluasi, hal-hal seperti itu akan terus terulang.
Sahabatku, sebaiknya setiap memasuki waktu sholat kita selalu mengevaluasi diri. Apa yang kita lakukan diantara selama waktu sholat itu juga kita evaluasi. Apakah ini disukai Allah Ta’ala atau tidak. Apakah ini hal yang sia-sia atau tidak. Apakah ini yang akan menjadi penyempit kubur atau tidak. Apakah ini akan jadi pemberat hisab atau tidak. Sedih dan menagis jika kita mau jujur pada diri.
Selain mata, telinga, kaki, tangan, dan pikiran, hisab juga keinginan kita. Betapa keinginan itu kalau tidak kita kendalikan benar-benar memperbudak kita. Supaya kitapun sadar, berapa banyak memaksa kehendak kita kepada Allah. Jujur saja dan tidak bisa kita tutupi.
Sahabatku, Aa berbicara seperti ini juga sedang menafakuri. Berusaha lebih baik dan ingin mengajak sahabat semua. Kita dan juga Aa selalulah merenung lebih banyak. Mau dibawa kemana sisa umur ini. Karena setiap waktu ada perhitungannya. Memang tidak semua orang bisa meyakini yaumil hisab ini.
Yang perlu kita tahu, hanya dengan kekuatan keimanan orang akan takut berbuat tidak disukai Allah dan mau menghisab diri. Makin kurang iman, makin tidak takut dengan hisab. Padahal hari perhitungan benar-benar akan kita jalani.
Oleh karena itu, kita bahas ini dan sudah seminggu ini. Kajian kita lebih banyak mulai berfikir apa yang sudah kita perbuat dalam kehidupan kita ini. Untuk saat ini, minimal sekarang ada remnya kalau punya keinginan.
Ada baiknya tahap pertama, kita pikir dulu apakah ini perlu atau tidak. Dan dapatkah kita pertanggungjawabkannya. Tahap kedua kita pikirkan yang sudah ada, apakah bisa bermanfaat atau tidak. Lalu, Tahap ketiga adalah mari kita mulai meringankan hisab kita.
Semoga kita ini menjadi pribadi yang selalu menafakuri diri dan juga menilai diri ini sebagai hamba yang hinda dengan dosa yang selalu menghampiri kita.
(Kajian MQ Pagi, Rabu 21 Oktober 2020)