Belajar Mengelola Hati selama di DT

Daarut Tauhiid (DT) merupakan tempat bagi jamaah yang haus akan ilmu agama dan pencarian jati diri. Siapa sangka, kini DT tidak hanya dijadikan sebagai tempat mempelajari agama tapi juga merupakan “bengkel” perbaikan diri dengan semboyan zikir, pikir, dan ikhtiar.

Oleh karenanya, DT merupakan tempat yang tepat untuk membangun kepribadian yan berakhlakuk karimah. Bahkan rasa nyaman dan pencarian jati diri itu bisa dibentuk sejak hari pertama hadir di DT. Entah dirasa atau tidak.

Kiat Mengelola Hati

Hampir setiap orang tentu pernah mengalami sakit hati dalam hidupnya. Sebagaimana sifat sedih dan gembira, rasa yang satu ini adalah kewajaran dalam hidup manusia. Apalagi mengingat manusia adalah mahluk sosial, yang dalam setiap interaksinya tidak lepas dari kekhilafan.

Sebab-sebab datangnya perasaan ini pun bermacam-macam. Dari masalah sepele hingga masalah besar bisa menjadi pemicunya. Misalnya berawal dari perbedaan pendapat, adanya konflik atau ketidakcocokan, hingga iri dan dengki. Jika perasaan ini dibiarkan terlalu lama bercokol dalam hati, maka tidak sehatlah hati itu. Pemiliknya pun akan stres dan jauh dari kebahagiaan. Lebih jauh lagi, hal itu bisa menjauhkan manusia dari Rabb-Nya. Na’udzubillaahi mindzaalik.

Ada pun hal yang perlu dilakukan adalah:

  1. Muhasabah (koreksi diri).

Sebelum kita menyalahkan orang lain, seharusnya kita melihat diri sendiri. Bisa jadi kita merasa tersakiti oleh orang lain, padahal ia tak bermaksud menyakiti. Cobalah bertanya pada diri sendiri, mengapa orang tersebut sampai bersikap demikian. Jangan-jangan kita sendiri yang telah membuat kesalahan.

  1. Menjauhkan diri dari sifat iri, dengki, dan ambisi.

Iri, dengki, dan ambisi adalah celah yang menjadi pintu bagi syetan untuk memasuki hati manusia. Ambisi yang berlebihan dapat membuat seseorang buta dan tuli. Manusia tidak akan tenang jika dalam hatinya ada sifat ini. Manusia juga tak akan pernah bisa bersyukur karena selalu merasa kurang. Ia selalu memandang ke atas, dan seolah tidak rela melihat orang lain memiliki kelebihan atas dirinya. Maka hapuslah terlebih dahulu sikap cinta dunia sehingga dengki pun sirna.

  1. Menjauhkan diri dari sifat amarah dan keras hati.

Jika marah telah timbul dalam hati manusia, maka kadang manusia bertindak tanpa pertimbangan akal. Jika akal sudah melemah, tinggallah hawa nafsu. Dan syetan pun semakin leluasa melancarkan serangannya, lalu mempermainkan diri manusia. Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin menyebutkan bahwa Iblis pernah berkata, “Jika manusia keras hati, maka kami bisa membaliknya sebagai anak kecil yang membalik bola.”

  1. Menumbuhkan sifat pemaaf.

Allah Sang Khaliq saja Maha Pemaaf terhadap hamba-Nya. Tak peduli sebesar gunung atau sedalam lautan kesalahan seorang hamba, jika ia bertobat dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan membukakan pintu maaf selebar-lebarnya. Kita sebagai manusia yang lemah, tidak sepantasnya berlaku sombong dengan tidak mau memaafkan kesalahan orang lain sebelum ia meminta maaf. Insya Allah dengan begitu, hati akan lebih terasa lapang.

  1. Husnudzon (berprasangka baik).

Adakalanya seorang muslim berburuk sangka terhadap seorang muslim lainnya sehingga ia melecehkan saudaranya. Ia mengatakan yang macam-macam tentang saudaranya, dan menilai dirinya lebih baik. Tentu, itu adalah hal yang tidak dibenarkan. Akan tetapi, hendaknya setiap
muslim harus mawas diri terhadap titik-titik rawan yang sering memancing tuduhan agar orang lain tidak berburuk sangka kepadanya.

  1. Menumbuhkan sikap ikhlas.

Ikhlas adalah kata yang ringan diucapkan, tetapi berat dilakukan. Orang yang ikhlas
dapat meniatkan segala tindakannya kepada Allah. Ia tidak memiliki pamrih yang bersifat duniawi. Ia selalu percaya Allah senantiasa memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya. Orang yang ikhlas lebih mudah mengelola hatinya untuk selalu menyerahkan segalanya hanya kepada Allah. Hanya kepada-Nyalah ia menggantungkan harapan.

Semua hal ini harus dirasakan setiap santri dan jamaah jika berkunjung ke DT. Karena setiap masalah bisa diselesaikan sepanjang bisa mengelola hati. (Eko)