Bahtera Nabi Nuh, Wadah Pelindung dan Penyelamat Umat
“Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu.” (QS. Yunus [10]: 73).
Di tengah masyarakat yang memprioritaskan logika, Allah SWT memerintahkan Nabi Nuh as membuat bahtera. Ya, bahtera yang dibuat di tengah gurun pasir panas nan gersang. Hal ini menjadi konfrontasi pertama yang Allah tunjukkan dalam membuka sebuah kesadaran yang sangat penting sekaligus menjadi pertarungan (jika dilihat dari sisi manusia), antara logika melawan wahyu. “Siapakah” gerangan yang akan menang?
Padang pasir adalah tanah gersang sepi kehidupan. Hanya hewan dan tumbuhan tertentu yang bisa bertahan tumbuh di sana. Air menjadi barang paling berharga saking langkanya. Namun Allah SWT memberikan perintah kepada Nabi Nuh untuk membuat bahtera di sana. Wow, sebuah program tidak logis dan “teramat sangat gila” kata mereka. Maka, risalah Nabi Nuh pun menjadi bahan cemoohan yang tiada terkira.
Tahun terus berganti, tidak ada alamat pertanda air akan berkunjung tiba. Umat Nabi Nuh yang telah menghinakan Nabi-Nya semakin leluasa berbuat durhaka. Mereka merasa telah menang secara telak. Wahyu yang telah Nabi Nuh ajarkan mereka tempatkan di titik paling bawah, terjajah oleh logika dan prasangka yang mereka tempatkan di atas segalanya.
Allah SWT membimbing Nabi Nuh dalam pembuatan bahtera. Nabi Nuh dan para sahabat setianya terus bekerja sama (bersinergi) menjalankan setiap tahapan pembuatan bahtera sesuai petunjuk yang Allah kabarkan. Sampai tibalah masa Allah SWT memerintahkan kepada langit dan bumi untuk mengeluarkan isi (air)nya. Dalam kondisi demikian, Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk memasukkan binatang secara berpasangan dan tumbuh-tumbuhan ke dalam bahteranya.
Padang pasir yang gersang kini mulai dipenuhi air. Semakin lama jumlah air yang ada semakin bertambah banyak. Bahtera pun mulai terangkat, pertanda azab sudah ada di pelupuk mata. Namun sayang, bukannya mereka bersegera menuju bahtera, malah berspekulasi mencari tempat yang memungkinkan mereka jadikan perlindungan. Puncak gunung pun menjadi pilihan.
Rasa gengsi menyebabkan mereka semakin jauh dari bahtera. Di saat air sudah mencapai puncaknya, tak ada pihak di luar bahtera yang selamat. Maka, tamatlah riwayat mereka. Hanya Nabi Nuh dan para sahabatnya yang selamat dalam lindungan bahtera yang dibuat sesuai petunjuk-Nya.
Sepenggal hikmah
Tentunya kita tahu air hanyalah benda yang akan mengalir dan berubah bentuk mengikuti ruang yang ditempatinya. Tidak pernah ada cerita air yang keluar (bertolak-belakang) dari apa yang telah Allah SWT tetapkan padanya. Begitu pun dengan cerita kehidupan kita.
Allah telah menetapkan sifat dunia beserta dinamikanya. Allah pun telah memberikan kedudukan manusia sebagai pengurus (wakil Allah SWT) dan pengelola di atasnya. Maka, berikutnya manusia akan dihadapkan kepada dua pilihan hidup, apakah akan mengelola dunia menggunakan logikanya atau menggunakan wahyu yang Ia turunkan sebagai petunjuk hidupnya?
Allah SWT (sebagai Sang Pencipta) Maha Mengetahui terhadap ciptaan-Nya. Allah juga memiliki hak (kewenangan) serta maksud (tujuan penciptaan) terhadap semua ciptaan-Nya. Agar semua ciptaan Allah sesuai kehendak-Nya, maka Allah SWT pun menurunkan panduan hidup berisi cara pandang dan arahan teknis berisi tata cara manusia menjalani kehidupannya dengan baik dan benar.
Hanya Allah SWT-lah Dzat Yang Qiyamuhu Binafsihi (berdiri sendiri). Selain-Nya (makhluk) adalah ihtiyajuhu lighairihi artinya membutuhkan bantuan pihak lain. Oleh karenanya, pelaksanaan wahyu Allah tidak bisa dikerjakan sendiri-sendiri. Butuh kehadiran pihak lain yang saling terkait dalam sebuah team work agar kehendak besar Yang Mahaakbar bisa dijalankan.
Inilah hakikat Bahtera Nabi Nuh, yaitu wadah yang akan melindungi dan menyelamatkan umat. Karena melalui bahtera inilah wahyu Allah SWT dijunjung tinggi dan dijadikan pijakan, sehingga umat bisa melalui hari-harinya dengan berbagai karya amal saleh dalam kehidupannya. Bahtera inilah yang akan mewarnai dunia sehingga memiliki budaya dan peradaban yang benar. Bahtera inilah yang dikenal umat sebagai gambaran Dienul Islam. Wallahu a’lam. (diambil dari buku 101 Kisah Nabi, karangan Ust. Edu)