Awali dengan Basmalah, Akhiri dengan Hamdalah
“Apabila salah seorang di antara kalian hendak makan, maka ucapkanlah, ‘Bismilâh.’ Dan jika ia lupa untuk mengucapkan basmalah di awal makan, maka hendaklah ia mengucapkan, ‘Bismillâhi awwalahû wa âkhirahû’ (dengan menyebut nama Allah di awal dan di akhirnya).” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
“Barangsiapa telah selesai makan hendaknya dia berdoa, ‘Alhamdulillâhil-ladzi ath’amani hadza wa razaqqanîhi min ghairi haulin minni walâ quwwatin.’ Niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Abu Dawud)
Membaca basmalah adalah prosedur standar bagi seorang muslim sebelum melakukan aktivitas apapun, termasuk ketika hendak menyantap sebuah makanan. Hal ini sangat penting karena aktivitas makan atau minum yang tidak diawali dengan doa, akan mengundang setan untuk ikut serta.
Apabila ini sampai terjadi, makan dan minumnya kita hanya sekadar aktivitas pemuas hawa nafsu. Rasulullah saw bersabda, “Apabila seseorang masuk ke dalam rumahnya dengan mengucapkan ‘bismillah’ dan ketika hendak makan, maka setan akan berkata kepada temannya, ‘Tiada tempat tinggal dan tiada pula bagian makanan untuk kita di sini’. Sedangkan apabila orang itu masuk tanpa menyebut nama Allah, maka setan akan berkata, ‘Kita dapat bermalam di rumah ini’. Lalu ketika makan tidak menyebut nama Allah, setan pun berkata, ‘Kita dapat bermalam dan makan di sini’.” (HR. Muslim dari Jabir bin Abdullah).
Secara filosofis, konsep basmalah dapat diibaratkan dengan ikrar janji setia antara Sang Raja Diraja dengan wakilnya. Basmalah adalah sebuah “surat keputusan” diutusnya manusia sebagai “duta besar” Allah Azza wa Jalla di muka bumi, tujuannya untuk menebarkan kasih dan sayang kepada semua makhluk. Hal ini merujuk pada diutusnya Rasulullah saw ke dunia, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (wahai Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. al-Anbiyâ’ [21]:107)
Ketika manusia telah mendeklarasikan peran dirinya tersebut, pola pikir yang melandasi setiap tindakannya pun akan mengacu pada konsep menyebarkan kasih sayang. Dia tidak mungkin lagi berbuat zalim dan mengkhianati amanah suci yang telah diamanatkan oleh Allah Ta’ala kepadanya.
Ketika kasih sayang telah menjadi acuan, prosedur tetap yang akan dilakukannya adalah senantiasa memilihan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan dunia akhirat. Tanggung jawab di sini mengandung makna luas, yang mana proporsionalitas (kesebandingan atau kesesuaian), rasionalitas (selaras dengan akal sehat), dan regularitas (keteraturan) menjadi tertata serta terjaga karena semuanya berjalan dengan kesadaran penuh.
Pada tataran praktis, ketika mengambil nasi, kita mengambil secukupnya sesuai kebutuhan tubuh dan sesuai dengan ketersediaan, atau memenuhi keadilan distribusinya dan mengambil lauk secukupnya. Selera makan akan selalu mengacu kepada kaidah gizi yang seimbang (thayyib). Semuanya dapat dihabiskan licin tandas dalam tempo terukur dan ritme yang terjaga, tidak terlalu cepat, juga tidak terlalu lambat. Intinya, sesuai dengan adab-adab yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Konsep ini melatih seseorang agar senantiasa bisa mengendalikan diri sehingga tidak melampaui batas. Khususnya batas kemampuan untuk bertanggung jawab terhadap tindakan yang telah kita lakukan. Konsep ini pun akan melatih seseorang untuk tidak tergesa-gesa dan mampu merencanakan setiap langkah dengan tenang dan penuh perhitungan.
Tidak pula berkeluh kesah dan mampu menikmati setiap karunia dari Allah SWT apapun bentuknya. Kata-kata celaan dan hinaan pada akhirnya tidak ada lagi dalam kamus kehidupan kita. Apabila kalimat basmalah telah terinternaliasikan dalam diri, untuk kemudian teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, segala sesuatunya insya Allah akan berjalan di jalur yang lurus. Kita pun tidak akan terjebak dalam proses saling menzalimi baik disengaja maupun tidak, termasuk tidak menzalimi perut kita dan perut orang lain.
Itulah basmalah, sebuah kalimat yang singkat akan tetapi penuh makna sehingga sangat utama. Karena keutamaannya itu, suatu amal dinilai cacat dan tidak sempurna apabila tidak diawali dengan basmalah.
Oleh karena itu, apabila sebelum makan lupa membaca basmalah, segeralah kita ucapkanlah kalimat tersebut ketika ingat. Rasulullah saw bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu hendak makan, maka ucapkanlah ‘bismillah’, namun apabila ia lupa di awalnya, maka ucapkanlah ‘bismillahi awwaluhu wa akhiruhu’ (dengan nama Allah dari awal hingga akhir).” (HR.at-Tirmidzi)
Setelah selesai makan dan minum, beliau pun menganjurkan kita untuk mengucapkan hamdalah dan doa. Ucapan ini merupakan ungkapan terima kasih kepada Zat Yang Mahakasih dan Mahasayang atas segala limpahan karunia yang tiada ternilai harganya.
Ada beberapa doa selesai makan yang dicontohkan Nabi saw, antara lain: “Alhamdu lillâhilladzî ath’amanâ wa saqânâ wa ja’alanâ Muslimîn”. Artinya, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan dan minum, serta menjadikan kami muslim.” (HR. Abu Dawud). Atau, “Alhamdu lillâhilladzî ath’amanî hâdzâ wa razaqânîhi min ghairi haulimminnî walâ quwwah”. Artinya, “Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini dan melimpahkannya kepadaku tanpa daya dan kekuatan.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Ungkapan hamdalah; Alhamdulillâhi Rabbil ‘Alamîn (Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam) seakan mengingatkan kita bahwa semua yang ada di alam semesta ini adalah ciptaan Allah SWT. Karena kedudukan itulah, segala puja dan puji mutlak kepunyaan-Nya.
Konsep hamdalah dengan demikian mengajari kita agar mampu mensyukuri nikmat Allah secara optimal; mengajari kita untuk mengembalikan segala pujian kepada Zat yang memiliki segala keagungan; mengajari kita rendah hati serta bersikap sesuai proporsi dan kapasitas diri. Sesungguhnya, kita tidak memiliki apa-apa tanpa percikan karunia dari-Nya.Lâ haula walâ quwwata illa billâhi.
Sesungguhnya, ketika kita mengucapkan hamdalah dengan tulus, Allah Ta’ala akan membalas pujian itu dengan balasan berlipat-lipat. “Ketika sang hamba berkata, ‘Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam’, maka Allah akan membalas: ‘Hamba-Ku tahu bahwa seluruh nikmat yang dirasakannya bersumber dari-Ku, dan bahwa ia telah terhindar dari malapetaka karena kekuasaan-Ku. Aku mempersaksikan kalian (wahai para malaikat), bahwa Aku akan menganugerahkan kepadanya nikmat-nikmat di akhirat, di samping nikmat-nikmat duniawi, dan akan Kuhindarkan pula ia dari malapetaka ukhrawi dan duniawi’.”
Maka, mengawali makan dengan basmalah dan mengakhirinya dengan hamdalah, tidak hanya sekadar kenyang yang kita dapat, tetapi juga keberkahan dari makanan dan minuman yang kita konsumsi. Berkah adalah berkumpulnya segala kebaikan. Dengan demikian, makan yang diawali doa akan bernilai ibadah, akan membawa kebaikan bagi tubuh, dapat meredam gejolak hawa nafsu, meningkatkan cinta dan rasa syukur di dalam hati.
Ketika cinta dan syukur sudah mendominasi, kebaikan-kebaikan yang lain pun akan datang menghampiri. Bukankah Allah Azza wa Jalla sudah berjanji, ”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu …” Namun, ketika kita mengingkari itu semua, konsekuensi lainnya pun akan kita dapatkan,”… dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]:7) (Tauhid Nur Azhar)