Ashabul Ukhdud (2): Allah Minded, Sumber Semua Kebahagiaan dan Keselamatan

”Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit. yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”. (Q.S. al-Buruj/85: 4-8).

Sang pemuda yang merasa haqqul yaqin dengan Kemahakuasaan Allah, selanjutnya berazam kuat untuk mengimani Allah semata. Ia pun menyampaikan azam tersebut kepada orang alim yang telah mengajarkan ketauhidan kepadanya.

Seorang alim itu merasa senang dengan apa yang diazamkan oleh sang pemuda. Selanjutnya ia menyampaikan wasiat bahwa sang pemuda sudah berada di maqam yang diharapkan oleh semua pencinta Allah. Konsekuensinya, sang pemuda akan berhadapan dengan berbagai ujian yang akan memuliakannya bila lulus namun akan menghinakannya bila gagal.

Mendengar wasiat sang guru tersebut, sang pemuda bermunajat kepada Allah SWT agar selalu memiliki mental sabar, jiwa istiqamah, dan diberi kemampuan mengatasi segenap hambatan, tantangan, ancaman, dan gangguan yang ada.

Lingkungan tempat sang pemuda berada tidak bisa menjanjikan apapun. Yang ada hanyalah kondisi berisi berbagai kesenjangan, baik dari sisi ekonomi-kesejahteraan maupun sosial-kemasyarakatan. Kondisi ini berdampak buruk terhadap taraf kehidupan masyarakat. Tidak aneh bila di beberapa tempat nampak masyarakat lemah yang tidak memiliki daya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keprihatinan ini semakin “memompa” tanggung-jawab sang pemuda untuk segera berkarya demi kemaslahatan bersama.

Di saat pemuda bertemu dengan orang buta, beliau memohon kesembuhan kepada Allah. Dan dengan izin Allah, orang buta tersebut sembuh dan bisa kembali melihat. Begitupun ketika bertemu dengan orang yang berpenyakit sopak dan lepra. Sang pemuda kembali memohon kesembuhan kepada Allah atas semua penyakit yang diderita. Dan dengan izin Allah, semua penyakit itu lenyap seketika bersama derita yang pernah ada.

Kabar gembira ini cepat tersebar di masyarakat hingga akhirnya sampai juga ke telinga seorang kolega raja yang mengalami gangguan mata sehingga tidak bisa melihat. Sang kolega tersebut berusaha menjumpainya untuk sesegera mungkin mendapatkan bantuan kesembuhan darinya.

Sang pemuda tersenyum simpul mendengarkan permintaan itu. Lalu ia menjelaskan bahwa kesembuhan yang datang ke setiap orang yang didoakannya bukanlah karena kemampuannya melainkan karena Allah berkehendak menyembuhkannya. Oleh karena itu sang pemuda meminta sang kolega raja agar meminta kesembuhan kepada-Nya semata.

Sang kolega raja tidak mempermasalahkan siapa pihak yang bisa menyembuhkannya. Satu-satunya keinginan yang ada dan begitu menyeruak saat ini adalah kesembuhan dari gangguan mata yang menyebabkannya menjadi buta. Ia begitu merindukan untuk bisa kembali melihat indahnya alam semesta beserta seluruh isi yang ada di dalamnya.

Sang pemuda senantiasa menyampaikan bahwa kesembuhan yang diharapkan akan leluasa datang manakala Allah menghendakinya. Dan dalamrangka menjemput itu semua, sang kolega harus ikhlas menghadirkan Allah dalam jiwa sehingga eksistensi-Nya bisa benar-benar terasa.

Sang kolega memahami maksud yang disampaikan oleh sang pemuda. Ia pun berusaha merealisasikannya melalui bimbingan sang pemuda. Pola pikir materialis yang selama ini mendominasi akalnya sedikit demi sedikit dibersihkan menggunakan ayat Allah yang sedikit demi sedikit mencahayai alam pemikirannya dibarengi dengan doa tulus berisi permintaan kesembuhan atas penyakit berat yang sedang dideritanya.

Dan seiring dengan pola pikir tauhidi serta untaian kalimat  do’a yang terus terucap, Allah selanjutnya mengizinkan sang kolega raja sembuh dari penyakit yang dideritanya dan bisa kembali melihat. Sang kolega begitu takjub dengan apa yang sedang dialaminya. Ia benarkan Allah yang selama ini ditanamkan sang pemuda dalam tausiyah menjemput kesembuhannya sehingga dalam lubuk hati yang paling dalam sang kolega bertekad untuk mengimani Allah saja sepanjang kehidupannya. Wallahu a’lam.

Oleh : ustadz Edu, sumber foto : viva.co.id