Al-Wahhaab, Allah Maha Pemberi Karunia
Al-Wahhaab, Allah Maha Pemberi Karunia
Saudaraku, ketahuilah Allah SWT memiliki sifat al-Wahhaab, yaitu Maha Pemberi Karunia. Segala karunia itu pemiliknya hanya Allah, dan yang memberikannya juga hanya Allah. Jika Allah memberi karunia, tidak ada yang bisa menolak dan jika Ia tidak memberi, maka tidak ada yang bisa mendatangkan. Jika Allah mencegah, tidak ada yang bisa memudahkan, dan jika Ia memberi tidak ada yang bisa menghalangi. Allah Maha Pemberi Karunia.
Penderitaan kita adalah apabila berharap kepada selain Allah. Mengapa? Karena yang kita harapkan tidak punya, tidak memiliki dan tidak bisa memberi kecuali hanya menjadi jalan kehendak Allah. Ingin apa pun dalam hati ini, harusnya hanya satu yang ada dalam pikiran kita yaitu al-Wahhaab, Allah yang Maha Pemberi. Apa pun bentuk karunianya, baik hidayah, amal, jodoh, keturunan, bahkan semua kebaikan yang kita syukuri pun Allah yang memberikan semuanya.
Saudaraku, perlu kita tahu bahwa setiap nafas, kedipan mata, detak jantung, bahkan mampu menyebut alhamdulillahirobbil’alaqmiin adalah sebuah karunia dari Allah SWT. Makanya setiap kali kita bersyukur, bertambahlah karunia Allah.
Allah SWT berfirman, “(mereka berdoa) ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesedatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau maha pemberi.’” (QS. Ali Imran [3]: 8).
Pasangan dari doa ini adalah doa yang sering dibacakan oleh Rasullullah saw yang artinya, “Ya Allah yang membolak balikkan hati, tetapkan hati ini dalam agama-Mu.” Mengapa begitu? Karena hati ini ada di antara dua jari Allah, tetapi jari-jari Allah tidak sama dengan jari-jari kita, sebab Allah tidak menyerupai dan diserupai oleh sesuatu apa pun.
Saudaraku, jika kita menginginkan istiqamah, maka kita juga harus meminta kepada Allah, karena mudah bagi Allah mencabut karunia ini. Sekarang kita rajin ke masjid, bisa jadi besok malas. Hari ini rajin salat tahajud, bisa saja besok hilang. Hafal al-Quran tetapi karena dicabut karunianya bisa hilang hafalannya, bisa menjadi malas, bahkan malah melanggar. Karena itu saudaraku, kita tidak boleh lengah, karena yang mengaruniakan istiqomah adalah Allah SWT.
Jika kita ingin dikaruniai keturunan, Allah berfirman dalam al-Quran, “Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepda siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa.” (QS. asy-Syura [42]: 49-50).
Mengacu dari firman Allah ini, kita dapat mengetahui satu-satunya pencipta anak hanyalah Allah SWT. Makanya kalau ingin memiliki anak harus meminta sama penciptanya. Jangan bergantung kepada dokter, teknologi, kepada peralatan dan keahlian meskipun bisa membuat bayi tabung. Karena kalau Allah tidak menghendaki, tetap tidak akan jadi.
Saudaraku, tidak boleh kita menganggap ada selain Allah sebagai pemberi, melainkan hanya sebagai jalan. Bagi seseorang yang telah berumah tangga, suami itu bukanlah sumber rezeki tetapi hanya sebagai jalan datangnya rezeki dari Allah. Rezeki lebih tahu kita di mana daripada kita tahu di mana rezeki tersebut. Jadi, jangan pernah takut tidak mendapatkan rezeki, karena Allah yang Maha Pemberi.
Kalau kita sering berharap kepada selain Allah, kita lebih cenderung mengabdi jadi hambanya. Orang yang menganggap perusahaan sebagai rezeki, akan takut dengan PHK. Padahal rezeki datangnya dari Allah, bukan dari perusahaan. Ada manusia yang tahu bahwa pekerjaannya tidak halal, tapi tidak mau berhijrah karena takut tidak lagi mendapatkan rezeki dan pekerjaan. Orang seperti ini lebih cemas kepada yang belum terjadi, tapi tidak cemas dengan yang telah terjadi. Seharusnya pekerjaan tidak halal ini yang dicemaskan.
Saudaraku, bulatkan hati ini hanya dengan yakin kepada Allah yang Maha Pemberi. Tetapi bulatnya hati kepada Allah al-Wahhaab jangan pernah membuat kita jadi kurang bersemangat berikhtiar. Gigihnya ikhtiar kita juga tidak boleh disandari bahwa yang membuat kita berhasil adalah karena ikhtiar. Ikhtiar adalah ibadah, sedangkan tawakal, yakin kepada Allah itu perintah. Maka dari itu, kita harus menyempurnakan ikhtiar, tetapi tetap harus tawakal kepada Allah.
Saudaraku, yakinlah bahwa orang yang gigih, ulet, bersungguh-sunggguh di jalan Allah tidak akan pernah dikecewakan. Karena Allah sangat suka kepada orang yang sungguh-sungguh ingin mencari keridaan-Nya. Jadikan setiap ikhtiar kita sebagai amal saleh. Jangan sampai menjadi sandaran, sehingga kita menuhankan ikhtiar tersebut. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa hanya berharap kepada Allah SWT dan mencari keridaan-Nya semata. (KH. Abdullah Gymnastiar)