Al-Quran Ungkap Laut Dua Warna di Selat Gibraltar
Selat Gibraltar, mungkin nama ini sudah tidak asing di telinga kita. Tapi tahukah bahwa laut di Selat Gibraltar tersebut memiliki dua warna? Dalam al-Quran, laut dua warna itu sudah dijelaskan dalam surah ar-Rahman [55] ayat 19-22, dan al-Furqan [25] ayat 53.
“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. Maka nikmat Allah yang manakah yang kamu dustakan. Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.” (QS. ar-Rahman [55]: 19-22)
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (QS. al-Furqan [25]: 53)
Jangankan bagi masyarakat awam, kalangan akademisi pun takjub dibuatnya. Sebab, keberadaannya penuh dengan keajaiban. Bagaimana mungkin satu laut ditemukan dua warna yang berbeda? Tapi, itulah faktanya. Setelah dicermati dan dikaji secara saksama keterangan dari quran, para ilmuwan berhasil mengungkapkan keberadaannya, yakni di Selat Gibraltar yang menghubungkan antara Lautan Mediterania dan Samudera Atlantik serta memisahkan Spanyol dan Maroko.
Nama Gibraltar berasal dari bahasa Arab Jabal Thariq yang berarti Gunung Thariq. Nama ini merujuk pada Jenderal Muslim Thariq bin Ziyad yang menaklukkan Spanyol pada tahun 711 M.
Di Selat Gibraltar itu terdapat pertemuan dua jenis laut yang berbeda warna. Seperti ada garis pembatas yang memisahkan keduanya. Satu bagian berwarna biru agak gelap dan pada bagian lain tampak lebih terang.
Menurut penjelasan para ahli kelautan seperti William W Hay, guru besar Ilmu Bumi di Universitas Colorado, Boulder, AS dan mantan dekan Sekolah Kelautan Rosentiel dan Sains Atmosfer di Universitas Miami, Florida AS, serta Prof Dorja Rao, seorang spesialis di Geologi Kelautan dan dosen di Universitas King Abdul-Aziz, Jeddah, air laut yang terletak di Selat Gibraltar tersebut memiliki karakteristik berbeda, baik dari kadar garamnya, suhu maupun kerapatan air laut.
Dan seperti dijelaskan dalam surah al-Furqan [25] ayat 53, yang satu bagian rasanya tawar dan segar, sedangkan bagian lain rasanya asin lagi pahit. Dan antara keduanya, tak pernah saling bercampur (bersatu satu sama lain), seolah ada dinding tipis yang memisahkannya.
Pembatas
Hebatnya lagi, kedua laut itu dibatasi oleh dinding pemisah. Bukan dalam bentuk dinding tebal, pembatasnya adalah air laut itu sendiri. Dinding pemisah itu bergerak di antara dua lautan dan dinamakan dengan front (jabhah) yang memisahkan antara dua pasukan. Dengan adanya pemisah ini setiap lautan memelihara karakteristiknya sehingga sesuai dengan makhluk hidup (ekosistem) yang tinggal di lingkungan itu.
Pada tahun 1873 M/1283 H, para ilmuwan dari tim peneliti Inggris, dalam ekspedisi Laut Challenger, menemukan adanya perbedaan di antara sampel-sampel air laut yang diambil dari berbagai lautan. Dari situ manusia mengetahui bahwa air laut berbeda-beda kondisinya satu dengan yang lain, baik dalam hal kadar garam, temperatur, berat jenis, dan jenis biota lautnya.
Melalui ratusan ‘stasiun laut’ yang dibuat, para ilmuwan menyimpulkan bahwa perbedaan karakter tersebut mendeterminasi satu lautan dengan lainnya. Namun mereka masih mempertanyakan, mengapa tidak bisa bercampur?
Pertama kali muncul jawaban itu di lembaran buku-buku ilmiah pada tahun 1942 M/1361 H. Studi mendalam tentang karakteristik lautan menyingkap adanya lapisan-lapisan air pembatas yang memisahkan antara lautan-lautan berbeda, dan berfungsi memelihara karakteristik khas setiap lautan dalam hal kadar berat jenis, kadar garam, biota laut, suhu, dan kemampuan melarutkan oksigen.
Setelah tahun 1962, diketahui fungsi batas-batas laut tersebut dalam ‘mengolah’ aliran air laut yang menyeberang dari satu laut ke laut lain sehingga laut yang satu tidak melampaui laut lainnya. Dengan demikian lautan-lautan tersebut tidak bercampur aduk karena setiap lautan menjaga karakteristiknya masing-masing dan batas-batas wilayahnya karena adanya pembatas-pembatas tersebut. Dan karena adanya dinding pemisah dan perbedaan warna itu pula, maka hewan yang hidup di laut berwarna kebiruan dan asin, tak bisa hidup di laut yang airnya tawar. Demikian pula sebaliknya. Subhanallah.
Oleh: Suhendri Cahya, sumber foto : Daarut Tauhiid Berdaya