Agar Hidup Dibimbing Allah
Saudaraku, jangan segan untuk berdoa kepada Allah Ta’ala. Semakin banyak kita berdoa kepada-Nya, Ia akan semakin senang kepada kita. Hal ini berbeda ketika kita banyak meminta kepada manusia dan makhluk. Alih-alih suka, manusia malah berbalik tidak suka. Sesungguhnya banyak meminta kepada Allah bukan masalah permintaannya. Banyak meminta kepada Allah adalah tanda bagusnya ketauhidan kita.
Dengan berdoa kita meyakini bahwa Allah memiliki segalanya. Kita menempatkan diri sebagai seorang hamba untuk memperkuat sikap tawakal dan berprasangka baik. Inilah yang paling mahal dari sebuah doa. Hal terpenting dari doa dengan demikian adalah bagaimana agar kita senantiasa dekat dengan Allah. Percuma hidup jauh dari Allah, kita hanya akan kebagian capek dan menderita.
Kita sebagai makhluk pada hakikatnya tidak memiliki apa pun. Maka ketika seorang hamba tidak mau berdoa logikanya sederhana; layaknya seorang bodoh yang terlalu banyak berpikir. Jadi kalau kita stress, itu tandanya kita bodoh dan terlalu banyak memikirkan sesuatu yang bukan kapasitas kita memikirkannya.
Sudah tidak punya terus banyak berharap kepada yang sama-sama tidak punya. Sudah lemah tetapi menggantungkan harapan kepada yang tidak punya kekuatan apa-apa juga. Sebaliknya kita akan tenang dan senang kalau dekat dengan Sang Pencipta dan Pengatur Alam Semesta. Ini terbukti selama puluhan tahun kita hidup, tidak pernah sesaat pun Sang Pencipta berbuat zalim kepada kita. Padahal sebagai makhluk tiada hari berlalu kecuali kita senantiasa bermaksiat kepada-Nya. Maka saudaraku jadikanlah doa sebagai pakaian kita. Jangan pernah ada satu pun kesempatan kecuali ada doa didalamnya. Insya Allah hidup kita akan lebih berkah dan terarah.
Ada mutiara doa yang indah sekali Aa dapatkan dari sebuah hadis, semoga bisa sama-sama kita amalkan. Lantunan doanya sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ بِعِلْمِكَ الْغَيْبَ وَقُدْرَتِكَ عَلَى الْخَلْقِ أَحْيِنِيْ مَا عَلِمْتَ الْحَيَاةَ خَيْرًا لِيْ،
وَتَوَفَّنِيْ إِذَا عَلِمْتَ الْوَفَاةَ خَيْرًا لِيْ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَشْيَتَكَ فِي الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ،
وَأَسْأَلُكَ كَلِمَةَ الْحَقِّ فِي الرِّضَا وَالْغَضَبِ، وَأَسْأَلُكَ الْقَصْدَ فِي الْغِنَى وَالْفَقْرِ، وَأَسْأَلُكَ نَعِيْمًا لاَ يَنْفَدُ،
وَأَسْأَلُكَ قُرَّةَ عَيْنٍ لاَ يَنْقَطِعُ، وَأَسْأَلُكَ الرِّضَا بَعْدَ الْقَضَاءِ، وَأَسْأَلُكَ بَرْدَ الْعَيْشِ بَعْدَ الْمَوْتِ،
وَأَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ فِيْ غَيْرِ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ وَلاَ فِتْنَةٍ مُضِلَّةٍ،
اَللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِيْنَةِ اْلإِيْمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ
“Ya Allah, dengan ilmu-Mu atas yang gaib dan dengan kemahakuasaan-Mu atas seluruh makhluk, perpanjanglah hidupku, bila Engkau mengetahui bahwa kehidupan selanjutnya lebih baik bagiku. Dan matikan aku dengan segera, bila Engkau mengetahui bahwa kematian lebih baik bagiku.”
“Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepadaMu agar aku takut kepada-Mu dalam keadaan sembunyi (sepi) atau ramai. Aku mohon kepada-Mu, agar dapat berpegang dengan kalimat hak di waktu rela atau marah. Aku minta kepada-Mu, agar aku bisa melaksanakan kesederhanaan dalam keadaan kaya atau fakir. Aku mohon kepada-Mu agar diberi nikmat yang tidak habis dan aku minta kepada-Mu, agar diberi penyejuk mata yang tak putus.”
“Aku mohon kepada-Mu agar aku dapat rela setelah qadha-Mu (turun pada kehidupanku). Aku mohon kepada-Mu kehidupan yang menyenangkan setelah aku meninggal dunia. Aku mohon kepada-Mu kenikmatan memandang wajah-Mu (di surga), rindu bertemu dengan-Mu tanpa penderitaan yang membahayakan dan fitnah yang menyesatkan.”
“Ya Allah, hiasilah kami dengan keimanan dan jadikanlah kami sebagai penunjuk jalan (lurus) yang memperoleh bimbingan dari-Mu.” (HR. An-Nasai: 3/54-55 dan Ahmad: 4/364. Dinyatakan oleh al-Albani sahih dalam Shahih An-Nasai: 1/281). (KH. Abdullah Gymnastiar)