Aa Gym: Ukuran Kebahagiaan Seorang Muslim yang Sebenarnya
DAARUTTAUHIID.ORG — Keberuntung seseorang tidak diukur dengan uang, tidak diukur dengan popularitas, tidak ukur dengan gelar, dan tidak diukur juga dengan jabatan.
Karena semua itu hanyalah casing dihadapan manusia, semua itu tidak bisa menjamin kebahagian seseorang.
Apakah bahagia karena memuaskan hawa nafsu syahwat seperti berzina? Kebahagiaan itu seperti yang digambarkan dalam surat An-Nahl ayat 97 yang artinya:
“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Kunci orang yang beruntung dan bahagia itu hanya ada dua. Pertama adalah iman dan kedua adalah amal sholeh.
Pertanyaannya apakah orang yang tidak memiliki kekayaan bisa bahagia? Tentu saja bisa. Syaratnya ialah imannya kuat dan hidupnya selalu dipenuhi dengan amal yang sholeh.
Apakah orang yang hari ini kehabisan uang bisa bahagia? Tentu saja bisa, karena orang yang beriman pasti yakin bahwa hanya Alloh yang membagikan rezeki.
Yakin bahwa Alloh yang menguasai rezeki semua makhluk. Kalau hari ini uang habis, maka orang beriman pasti yakin bahwa besok sudah disiapkan rezekinya oleh Alloh.
Tugas kita adalah bekerja dengan baik, dengan amanah, dan penuh tanggungjawab bukan sekedar takut dengan atasan, tetapi sudah menjadi kewajiban sebagai seorang muslim dan karena ada rasa takut kepada Alloh.
Jadi setiap perbuatan yang kita lakukan di dunia ini niatnya hanya satu, yaitu untuk Alloh Ta’ala semata. Sebagaimana tergambar dalam doa sholat yang kerapkali kita bacakan dalam Surat Al An’am ayat 162:
“inna salati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil-‘alamin.” Artinya: “Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Alloh, Tuhan semesta alam.”
Ingatlah bahwa Tidak ada bandingannya bahagia yang langsung diberikan Alloh Ta’ala. Hayattan thayyibah, kebahagiaan berupa sakinah dan tuma’ninah, ketenangan di hati.
Kita dibuat puas, dimudahkan, taat, dipersulit maksiat, dan tidak diperbudak keinginan dunia. Bahagia ini datang dari pengabdian kepada-Nya.
Sebaliknya, tidak ada bahagiaan dalam dosa. Kenapa susah bahagia? Karena kita susah mengendalikan hawa nafsu yang condong menganggap enteng maksiat.
Semoga dengan kita memperbaiki niat dan cara kita beramal, membuat kita semakin bahagia dan dekat Alloh Ta’ala. Wallohu a’lam bishowab. (KH. Abdullah Gymnastiar)
Redaktur: Wahid Ikhwan