Aa Gym: Kalau Ingin Hidup Tenang, Maka Jangan Suka Menyalahkan Orang Lain

DAARUTTAUHIID.ORG | Kalau ingin hidup ini tenang maka jangan suka nyalahin orang lain. Makin kita sibuk mencari kesalahan orang lain, semakin tidak bisa berubah diri kita. Itulah salah satu yang membuat hidup ini tidak tenang dan tidak bahagia.

“Saya yang salah. Saya belum jadi contoh yang baik di rumah. Banyak nasihat saya kepada anak yang saya sendiri tidak melakukannya. Saya kalau memberi nasihat sering emosional, ketus tidak baik. Saya yang salah. Ampuni Ya Allah. Semua kepahitan di rumah ini sayalah sumbernya”.

Kira-kira mana yang lebih tenang nyalahin orang lain atau tobat?

Misalkan ada seseorang yang menitipkan barang, mungkinkah dibanting, diinjak-injak, ditaruh sembarangan, mungkinkah digeletakan begitu saja, dibanjur? Tidak mungkin kita melakukan itu karena itu merupakan titipan dari orang lain.

Begitu juga dengan istri, istri adalah amanah dari Alloh dititipkan, tapi yang dititipkan itu belum benar kelakuannya, maka siapa yang harus disalahkan? Maka yang disalahkan adalah diri sendiri yang belum benar mendidik istri.

Istri yang masih buruk perilakunya adalah ujiannya. Begitu juga dengan wanita yang mendapatkan suami yang masih buruk akhlaknya adalah ujian. Istri juga mungkin jarang sekali yang cocok dengan suami atau bapak-bapak.

Tidak perlu menyampaikan suami saya cuek, suami saya pelit. Begitu juga sebaliknya, suami tidak perlu menyampaikan kejelekan istri terus-menerus kepada orang lain dan menyalahkan salah satunya.  

Ada yang menginginkan punya istri seperti bidadari kemudian cerdas hafal Al-Quran, tapi faktanya tidak menginginkan seorang istri yang diinginkan.

Istri juga menginginkan suami yang shaleh, kaya, tidak pemarah, dan hafal Al-Quran. Tapi kenyataanya tidak sesuai dengan keinginan kita. Boleh jadi orang yang seperti itu tidak menginginkan kreteria seperti kita. Maka kita yang harus intropeksi diri.

Jadi harus bagimana kita? harus evaluasi diri.

“Ya Allah saya sudah menuhankan suami. Saya lebih banyak kepada suami daripada berharap kepadamu. Saya belum sikap tawadhu kepada suami. Saya sering ketus kas saya sering menyakiti.”

“Sama ke anak, ke orang tua, saya tuh kurang perhatian, mesti dia enggak bahagia. Saya sebagai anak harusnya jadi anak yang berada di barisan paling depan yang bisa berusaha membahagiakan ibu bapak saya agar ibu bapak saya bisa di dunia bahagia, di kuburnya lapang, agar bisa bahagia di surga.” (KH. Abdullah Gymnastiar)