Fokus menjadi Pribadi Bagus
Sahabatku, pernahkah melihat kaca pembesar atau lup? Dalam istilah bahasa Sunda disebut dengan suryakanta. Dahulu saat kita masih kanak-kanak, mungkin guru kita di sekolah pernah mengajarkan bagaimana kaca pembesar bisa membakar kertas atau daun yang kering.
Kaca pembesar itu diposisikan di atas kertas atau daun kering dengan jarak tertentu, dan di bawah terik sinar matahari. Sinar matahari yang diserap kaca pembesar itu akan mengarah kepada kertas atau daun kering, dan lama-kelamaan akan timbul asap di sana sebelum kemudian terbakar. Kaca pembesar itu telah memfokuskan sinar matahari yang diterimanya, sehingga mampu membakar kertas atau daun kering tersebut. Namun, tidak demikian keadaannya jika ia tidak fokus.
Simulasi kaca pembesar ini adalah ilmu dari Allah SWT tentang bagaimana jika suatu energi difokuskan. Bahkan, jika terus difokuskan, kaca pembesar itu bisa membakar beberapa lembar kertas, tidak hanya selembar saja. Ini baru makhluk Allah yang bernama kaca pembesar saja. Lantas, apa hikmahnya bagi manusia?
Jika seorang manusia bisa memfokuskan atas apa yang dikerjakannya, maka pekerjaannya akan menghasilkan produk berkualitas. Bahkan, ia bisa melakukan banyak pekerjaan dengan hasil yang sama-sama berkualitas. Inilah kekuatan dari fokus.
Lihatlah bagaimana sosok Rasulullah saw. Beliau menjadi pemimpin kaum muslimin, dengan kepemimpinan berkualitas. Beliau pun jadi kepala rumah tangga dengan berkualitas. Beliau menjadi sahabat, suami, ayah dan pribadi berkualitas. Dalam pekerjaan yang digelutinya semenjak beliau masih belia pun, pekerjaannya dilakoni dengan sangat berkualitas sehingga mengundang kepercayaan dari kaumnya.
Sebagai contoh adalah bagaimana cara Rasulullah ketika menerima tamunya. Setiap tamu yang sudah selesai berbicara dengan beliau selalu memberikan kesan serupa. “Aku merasa menjadi orang yang paling disukai Rasul!” Mengapa bisa demikian? Karena, Rasulullah setiap kali berjumpa dengan tamunya, beliau selalu memfokuskan dirinya ketika berbicara dengan tamunya itu. Meski, pembicaraan yang terjadi hanya berlangsung beberapa menit saja.
Contoh lain untuk kajian fokus ini adalah sniper atau penembak jitu. Seorang penembak jitu memerlukan fokus tingkat tinggi agar tembakannya tepat sasaran. Bahkan, mohon maaf, seorang penembak jitu bisa memilih menggunakan pampers supaya bisa berdiam diri dalam waktu yang lama tanpa terganggu keinginan ke kamar kecil, agar ia bisa fokus membidik sasarannya. Perlombaan menembak adalah perlombaan fokus.
Dahulu, Rasulullah menganjurkan kita untuk latihan memanah. Salah satu pelajaran penting dari memanah adalah latihan fokus. Meski anak panah kita jumlahnya sangat terbatas, namun jika dilakukan dengan fokus, maka hasil yang diraih bisa sangat efektif. Lain halnya jika jumlah anak panah kita banyak, namun ketika menembakkannya tidak fokus, maka sangat mungkin kita tidak mendapat hasil apa-apa.
Bahkan, ketidakfokusan dapat mendatangkan keburukan, bukan manfaat. Seperti yang pernah terjadi di Afghanistan. Pasukan NATO pernah menembakkan rudal dan ternyata salah sasaran. Korbannya adalah penduduk sipil yang sedang mengadakan walimah pernikahan. Korban yang jatuh pun besar jumlahnya. Ini salah satu akibat dari tidak fokus.
Demikian juga dalam kehidupan ini. Jika kita sudah fokus pada sesuatu, biasanya kita akan mengerahkan segala daya upaya untuk sampai pada sesuatu itu. Seperti seorang sniper tadi, jika sudah fokus maka ia akan mengerahkan segenap tenaga dan pikirannya, bahkan mengorbankan banyak hal demi bisa menembak secara tepat. Namun, jika salah fokus, maka banyak resiko buruk yang bisa terjadi.
Nah saudaraku, setelah kita menyadari betapa pentingnya ilmu fokus ini, sudahkah kita memilah dan memilih hal-hal apa saja yang layak untuk difokusi? Termasuk sebaliknya, menjauhi hal-hal sepele dan tidak mendatangkan keridaan Allah tapi menyedot segenap perhatian atau fokus hidup kita. Wallahu’alam bishawab. (KH Abdullah Gymnastiar)