Hakikat Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah amanah dari Allah SWT yang kelak dimintai pertanggungjawaban dihadapan-Nya. Kepemimpinan sesungguhnya bukanlah hal yang memikat sehingga pantas didamba-damba, diharap-harap, apalagi dikejar-kejar. Karena manakala amanah itu jatuh ke tangan kita, maka tanggungjawab besar sedang kita pikul.
Kepemimpinan juga bukan ajang pamer kekuasaan. Bukan kesempatan memperkaya diri dan keluarga. Rasulullah saw beserta para sahabatnya menunjukkan kepemimpinan adalah sarana mendekatkan diri kepada Allah. Yakni dengan jalan membaktikan diri bahkan hidupnya bagi kepentingan umat.
Imam al-Mawardi menerangkan kepemimpinan dalam Islam memiliki tujuan yang amat mulia. Yaitu likhilafatin nubuwwah fii harasatid diin wa siassatid dunyaa, untuk melanjutkan misi kenabian dalam menjaga dan mengamalkan agama, dan untuk memimpin atau mengatur urusan manusia di dunia. Artinya, kepemimpinan dalam Islam bukanlah hanya urusan horizontal seseorang dengan sekelompok orang yang dipimpinnya, melainkan juga urusan seseorang secara vertikal dengan Rabb-nya.
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. an-Nisaa [4]: 59)
Maka konsekuensinya, seorang pemimpin mestilah sosok yang bisa dijadikan panutan dalam ketaatan kepada Allah. Karena ketika Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk menaati pemimpinnya, maka ketaatan tersebut bukanlah ketaatan dalam kemaksiatan, bukan ketaatan dalam kejahatan, bukan ketaatan dalam kemunkaran. Melainkan ketaatan dalam kebaikan dan kebenaran, ketaatan yang ada dalam keridaan Allah SWT.
Menjadi seorang pemimpin bukanlah urusan ringan. Karena menjadi pemimpin hakikatnya tidak hanya melakukan kontrak atau perjanjian dengan yang dipimpinnya, melainkan juga perjanjian dengan Allah. Tidak heran, para pemimpin yang mengurusi berbagai bidang di negeri kita selalu dilantik atau diangkat melalui pengucapan ikrar sumpah berdasarkan agama. Maka, kepemimpinan adalah urusan yang berat, tidak boleh seseorang yang sudah diangkat sebagai pemimpin malah mempermainkannya.
Menjadi pemimpin itu memang bukan urusan ringan, tetapi bukan berarti kita sebagai umat Islam mesti menjauhinya. Apalagi jika sampai urusan kepemimpinan ini jatuh kepada mereka yang berbeda akidahnya dan memusuhi Islam. Kita mesti peduli pada urusan ini, sehingga Islam, kaum muslimin dan umat manusia pada umumnya hidup dalam ketenteraman.
Karena, Islam mengajarkan kepemimpinan yang adil bijaksana. Sebagaimana yang Rasulullah contohkan manakala kepemimpinan didasarkan pada syariat Islam, dikelola orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka kehidupan yang aman dan nyaman menjadi milik semua orang, bahkan termasuk orang-orang non-muslim sekalipun yang hidup di dalam naungannya. Masya Allah!
Jadi, kepemimpinan bukanlah urusan yang patut diburu jika kita memahami hakikatnya, yaitu sebagai sebuah amanah yang besar. Namun, manakala amanah itu datang kepada kita, kepercayaan umat menghampiri kita, maka tunaikanlah dengan segenap kerendahan hati, tanggung jawab dan keimanan kepada Allah SWT. Karena sesungguhnya kepemimpinan datang dan pergi dari tangan kita mutlak ada dalam kekuasaan Allah.
Oleh : Aa Gym, sumber foto : boombastis.com