Pentingnya Berilmu sebelum Beramal

DAARUTTAUHIID.ORG | Ayat yang pertama turun kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam adalah tentang perintah membaca, mengumpulkan informasi yang terserak agar menjadi kesatuan untuk kemudian ditelaah sehingga melahirkan sebuah makna yang bisa dipahami.

Apabila kita menjalankan iqra dalam hal apa pun, niscaya Allah Ta’ala akan membukakan aneka kebaikan dan kemanfaatkan dari apa yang kita lakukan tersebut. Shalat, zakat, puasa, berhaji, dan semua amal ibadah tidak akan lagi menjadi misteri yang tertutup tabir gelap apabila kita mengawalinya dengan proses iqra.

Sejatinya, ibadah kita menjadi tidak optimal karena konsep iqra kita tidak jalan. Padahal, secara hierarki, sebelum beriman dan beramal saleh, kita diperintahkan untuk melakukan proses berpikir terlebih dahulu. Simaklah firman Allah Azza wa Jalla pada awal surah Al-Baqarah ketika menjelaskan karakteritik orang-orang bertakwa.

”Alif Lam Mim. Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Al-Baqarah, 2:1-5)

Di sini terungkap sebuah pernyataan bahwa Al-Quran adalah kitab yang tidak ada sedikit pun keraguan di dalamnya. Maka, dia dapat dijadikan panduan untuk meraih kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat. Tentu saja, untuk mengikis keraguan ini, seorang Muslim diwajibkan untuk melakukan proses iqra, membaca, menelaah, dan menghayati kitab suci tersebut. Apabila proses ini berjalan baik, niscaya akan tumbuh keimanan dan keyakinan yang kemudian berbuah amal saleh yang istiqamah.

Itulah mengapa, Allah Ta’ala menjadikan risalah yang diturunkannya melalui perantaraan Rasulullah saw. sebagai sekumpulan nilai dan praktik yang bersifat terbuka. Artinya, setiap orang bisa mengeksplorasi makna di dalamnya melalui proses berpikir yang sistematis sehingga dia bisa mengungkap nilai-nilai kebenaran yang ada.

Mengapa mata kita yang dua ini ada di depan, sedangkan otak yang mengaturnya ada di bagian belakang? Tujuannya jelas, agar yang terlihat dapat kita maknai terlebih dahulu karena sudah ada prosesornya di otak. Dengan posisi yang seperti ini, kita pun bisa mengenal gambaran tiga dimensi karena cahaya yang masuk disilangkan.

Itulah sebabnya, untuk ibadah apapun, syarat yang pertama kita harus memiliki ilmu yang mencukupi sehingga ibadah kita bisa benar. Allah Ta’ala menghisab kita bukan karena shalatnya, zakatnya, puasanya, hajinya, menikahnya, akan tetapi karena tidak mau melaksanakannya atau mau melaksanakannya tetapi tidak ikhlas.

Jadi, faktor motivasi atau niat menjadi kunci yang menentukan penilaian Allah Ta’ala terhadap amal yang kita lakukan. Mengapa seseorang tidak punya motivasi? Sebab utamanya adalah karena dia tidak memiliki pengetahuan. Itulah sebabnya menuntut ilmu menjadi sebuah kewajiban.