Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah (Bagian1)
Oleh : Roni ‘Abdul Fattah
الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Saudaraku yang berbahagia! Ketahuilah bahwasanya Allah ta’ala telah menjadikan sebagian makhluk-makhluk ciptaan-Nya lebih utama atas sebagian yang lain. Allah ta’ala mengistimewakan sebagian zaman/waktu, tempat, bulan, siang, dan malam. Allah ta’ala juga telah melebihkan sebagian manusia atas sebagian yang lainnya.
Allah ta’ala berfirman;
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ
“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.” (QS. Al-Qashash : 68)
Allah ta’ala telah mengistimewakan kumpulan hari di sepuluh bulan Dzulhijjah atas kumpulan hari lainnya dengan karunia dan pahala, sebagaimana Allah ta’ala muliakan Mekkah dan Madinah atas tempat-tempat lainnya.
Saat ini kita sudah memasuki kumpulan hari mulia ini. Di mana Allah ta’ala telah menyebutkan kumpulan hari ini di dalam Al-Qur’an dan bersumpah dengannya.
Allah ta’ala berfirman;
وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ
“Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr : 1-2)
Kalimat “Walayaalin ‘Asyr” menurut Imam At-Thabari adalah malam-malam sepuluh Dzulhijjah berdasarkan kesepakatan hujjah dari ahli ta’wil (ahli tafsir). (Jaami’ Al-Bayan fi Ta’wil Al-Qur’an : 7/514)
Ibnu Katsir menguatkan penafsiran tersebut dengan mengatakan, “dan malam-malam yang sepuluh, maksudnya: sepuluh hari bulan Dzulhijjah sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Mujahid, dan para ulama salaf dan khalaf.” (Ibnu Katsir : 4/535)
Kemuliaan sepuluh hari ini juga disebutkan dalam Surat Al-Hajj dengan perintah agar memperbanyak menyebut nama Allah pada hari-hari tersebut.
Allah ta’ala berfirman;
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al-Hajj : 27-28)
Imam Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini menukil riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, “Al-Ayyam Al-Ma’lumat (hari-hari yang ditentukan) adalah hari-hari yang sepuluh di bulan Dzulhijjah.” (Tafsir Ibnu Katsir : 3/239)
Kemuliaan sepuluh hari ini juga diakui oleh umat-umat terdahulu. Allah ta’ala berkisah tentang Nabi Musa ‘alaihis salam;
وَوَاعَدْنَا مُوسَى ثَلَاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَاتُ رَبِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam.” (QS. Al-A’raf : 142)
Imam Ibnu Katsir di dalam tafsirnya mengatakan, “Mayoritas ulama berpendapat bahwa 30 hari itu adalah bulan Dzulqa’dah, sedangkan sepuluh harinya adalah 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Ini perkataan Mujahid, Masruq, dan Ibnu Juraij.”
Pada hari-hari tersebut Nabi Musa berpuasa, memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah ta’ala.
Hari-hari pemuliaan yang dijanjikan Allah ta’ala ini berakhir pada yaum nahr (Idul Adha), Musa mendapatkan Taurat, dan pada hari itu pula Allah ta’ala sempurnakan Dien/agama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam;
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah : 3)
Dari sunnah Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau pernah bersaksi bahwa hari-hari tersebut adalah kumpulan hari dunia yang paling agung.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ
“Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh-Nya daripada hari yang sepuluh (sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah).” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Syeikh Ahmad Syakir)
Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
أَفْضَلُ أَيَّامِ الدُّنْيَا أَيَّامِ الْعَشْرِ – يَعْنِيْ عَشْرَ ذِي الْحِجَّةِ – قِيْلَ: وَلَا مِثْلُهُنَّ فِي سَبِيْلِ اللهِ؟ قَالَ: وَلَا مِثْلُهُنّ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إِلَّا رَجُلٌ عُفِرَ وَجْهَهُ بِالتُّرَابِ
“Hari-hari di dunia yang paling utama adalah hari-hari sepuluh -yakni sepuluh hari pertama dalam bulan Dzulhijjah-, Ada yang bertanya, ‘tidak pula sama baiknya dengan (jihad) di jalan Allah..?’ Beliau menjawab, ‘tidak pula sama dengan (jihad) di jalan Allah melainkan seorang pria yang wajahnya penuh dengan debu tanah’.” (HR. Al-Bazzar, Abu Ya’la dan Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani di kitab Shahih At-Targhib wat Tarhib dan Al-Jami’ush Shahih)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menerangkan keutamaan amal-amal shalih di dalamnya;
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
“Tidak ada kumpulan hari yang amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dikerjakan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzulhijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun (mati syahid).” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa amal shalih di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah lebih dicintai Allah ta’ala daripada amal yang sama yang dikerjakan di kumpulan hari selainnya. Seluruh amal shalih dilipatgandakan pahalanya tanpa terkecuali.
Keutamaan tersebut bukan bagi amalnya saja, tapi juga bagi pelakunya. Bahkan disebutkan, ia lebih utama daripada mujahid fi sabilillah yang bisa kembali dari medan perang dengan membawa hartanya.
Seluruh amal shalih di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini dilipatgandakan pahalanya tanpa terkecuali.
Penutup
Kemuliaan dan keistimewaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah sangat besar. Amal-amal shalih di dalamnya diistimewakan, lebih dicintai Allah dan dilipatgandakan pahalanya. Semua ini adalah bagian dari ni’mat Allah ta’ala dan karunia-Nya untuk para hamba-Nya. Maka wajiblah bagi kita mensyukurinya dengan meningkatkan perhatian dan kesungguhan diri dalam ketaatan. Caranya, bersungguh-sungguh dalam menjalankan amal shalih dan memperbanyaknya daripada hari-hari sebelumnya.
Semua amal shalih dilipatgandakan pahalanya. Namun ada beberapa amal lebih spesial di hari-hari tersebut; di antaranya: haji dan umrah, udhiyah (berqurban), berpuasa (tanggal 9 dan hari-hari sebelumnya), dzikir dan takbir, shalat, sedekah, dan selainnya. Wallahu ta’ala A’lam.