Kisah Nabi Menegur Seorang Pedagang yang Tidak Jujur
DAARUTTAUHIID.ORG | Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam melarang keras berbuat curang dan menipu di dalam transaksi ekonomi. Dalam bukunya Wildan Jauhari yang berjudul Selayang Pandang Prinsip Ekonomi, menyampaikan larangan nabi itu disampaikan melalui hadits dari Abu Hurairah RadiyaAllah ‘anhu yang mengisahkan peristiwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam melakukan pemeriksaan ke pasar.
Dalam hadits tersebut, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam melihat setumpuk makanan yang dijual oleh seorang pedagang. Saat memasukkan tangan ke dalam tumpukan tersebut, Nabi menemukan bagian dalamnya basah.
Kemudian Nabi bertanya kepada penjual tersebut, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Pedagang itu menjawab bahwa makanan tersebut terkena air hujan.
Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian atas agar orang-orang bisa melihatnya? Ketahuilah, siapa saja yang menipu maka dia bukanlah dari golonganku.”
Hadits ini menunjukkan peringatan Rasulullah terhadap praktik muamalah kaum Muslimin yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan kejujuran.
Melakukan pemantauan atau Inspeksi untuk memastikan transaksi berjalan sesuai prinsip kejujuran dan menghindarkan umat dari praktek-praktek yang menyimpang dalam berdagang.
Bagi penjual wajib menunjukkan secara jelas segala bentuk cacat atau kekurangan dalam barang dagangannya. Misalnya, jika barang memiliki kerusakan atau aib tertentu, maka hal itu harus diinformasikan kepada pembeli, baik secara lisan maupun dengan memperlihatkannya langsung.
Berdasarkan pendapat ulama secara umum sepakat bahwa menipu dalam jual beli adalah perbuatan haram dan termasuk dosa besar yang dilarang dalam Islam. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Rasulullah SAW yang berlepas diri dari pelaku penipuan.
Pernyataan “bukan dari golonganku” menekankan bahwa pelaku kecurangan tidak termasuk orang yang mengikuti jalan hidup Nabi Shallallahu ‘alaihi wasssalam.
Berdasarkan hadits ini, Islam juga memperbolehkan calon pembeli memeriksa barang dengan teliti sebelum membelinya, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam yang memasukkan tangan ke dalam tumpukan makanan.
Hal ini tidak dianggap sebagai bentuk prasangka buruk kepada penjual, tetapi lebih kepada langkah kehati-hatian agar pembeli tidak merasa dirugikan.
Rasulullah juga menunjukkan sikap mengingkari terhadap perbuatan tercela yang dilakukan. Dalam kasus seperti ini, penjual yang menyembunyikan cacat barang secara terbuka dapat ditegur secara langsung.
Menjauhi perbuatan menipu bukan hanya soal menjaga kepercayaan antara penjual dan pembeli, akan tetapi juga untuk menghadirkan lingkungan bisnis yang adil, transparan, dan sesuai dengan tuntunan syariah.
Prinsip-prinsip diatas ditegakan untuk membangun praktik ekonomi yang lebih berkah dan jauh dari sifat tercela yang dapat merugikan orang lain. (Arga)