Apakah Boleh Seorang Muslim Memakan Makanan Pemberia Non Muslim?
DAARUTTAUHIID.ORG | Sebagai makhluk sosial tentu kita tidak dibatasi bergaul dengan siapa pun, termasuk bergaul dengan orang yang memiliki perbedaan keyakinan dalam beragama. Namun, meskipun demikian harus ada Batasan yang harus diperhatikan. Misalkan menjaga makanan dan minuman yang bersumber dari hal yang halal.
Lantas bagaimana hukum mengonsumsi makanan dari non-Muslim?
Umat muslim diperbolehkan memakan makanan dari seorang muslim, dengan syarat zat di dalam makanan tersebut tidak mengandung zat-zat yang diharamkan.
Selain zat makanan itu bersumber dari hal yang halal, namun proses untuk menjadikan makanan itu pun harus dilalui dengan halal. Semisal, apabila makanan yang diberikan ke seorang Muslim itu adalah opor ayam, perlu dipastikan ayamnya ketika disembelih telah melalui proses halal dan Islam.
Hal Ini sebagaimana firman Allah Ta’ala di dalam QS al-Anam ayat 121, yang artinya:
“Dan, janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.”
Alat masak yang harus digunakan untuk memasak opor ayam tadi juga perlu dipastikan tidak bekas memasak makanan-makanan yang mengandung zat haram. Apalagi apabila alat masak tersebut sebelumnya tidak dicuci, sudah dipastikan zat haram dari makanan sebelumnya masih menempel.
Apabila semua proses tersebut ditempuh secara halal, makanan tersebut dihukumi halal meski dimasak oleh non-Muslim. Hadits dibawah ini membuktikan bahwa menerima undangan dari non muslim dan mengonsumsi makanannya hukumnya boleh dan halal.
“Sesungguhnya ada seorang yahudi mengundang Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam untuk bersantap roti gandum dengan acar hangat dan Nabi Saw pun memenuhi undangan tersebut.” (HR. Ahmad)
Dalam kasus barang misalkan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam pernah menerima berbagai macam hadiah dari Raja-raja bukan muslim, seperti Raja Mukaukis dari Mesir. Berbagai hadiah yang diperoleh Nabi juga dari berbagai kepala Negara.
Pada dasarnya halal-haramnya makanan yang diberikan oleh non- Muslim berkutat pada dua hal tadi. Selebihnya, kehalalan dan keharaman makanan tersebut bersifat umum dan tidak dipengaruhi apakah sumbernya merupakan muslim atau non-Muslim. (Arga)