Bulir-bulir Harapan di Wakaf Ketahanan Pangan
Mentari baru saja beranjak dari peraduannya. Wangi tanah pesawahan bercampur embun pagi seketika menyeruak ketika pintu dan jendela rumah dibuka. Tak mau kalah dengan ayam berkokok, usai melaksanakan salat Subuh, Pak Petani kemudian bersiap dan bergegas pergi ke sawah untuk melihat persediaan air. Maklum saja, hujan jarang turun sehingga para petani terpaksa mengairi sawahnya dari air sungai yang jaraknya cukup jauh dari sawah garapannya.
Di area lain, para petani yang didominasi ibu-ibu usia empat puluh tahun ke atas ini sedang bersiap membersihkan sawah dari tanam-tanaman liar, atau dalam bahasa Sunda dikenal dengan istilah “ngarambet”. Di petak sawah lainnya, tampak bapak-bapak menyiapkan pupuk dan alat “gangsrok”.
Canda-tawa sesekali terdengar di antara ibu-ibu yang harus berbungkuk mengambil tanaman liar. Seolah tak merasa pegal, mereka tampak menikmati aktivitasnya itu dari hari ke hari, hingga petak-petak sawah yang digarapnya bersih.
Seteko teh hangat, ketan atau gorengan dan beberapa potong pepaya tersaji di atas galangan sawah. Inilah “ompreng” yang mereka nikmati ketika berjam-jam membungkukkan badan untuk membersihkan sawah. Dengan penuh kegembiraan, mereka menyantap semua hidangan dan berharap, benih padi yang dirawatnya tumbuh subur sehingga mereka bisa menikmati jerih payahnya saat panen raya tiba.
Sayangnya, di zaman serba modern dan maju ini, keberadaan sawah semakin terancam dan lahan pertanian semakin menyempit. Tanah yang seharusnya ditanami bulir-bulir harapan para petani ini secara perlahan beralih menjadi bangunan perumahan, pabrik, dan pusat perbelanjaan. Hasilnya, untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya sendiri, Indonesia sering mendatangkan beras dari luar negeri.
Menyadari betapa pentingnya keberadaan sawah dan sosok para petani, Wakaf Daarut Tauhiid (DT) melalui Program Wakaf Ketahanan Pangan mencoba menghidupkan kembali geliat para petani di daerah, sehingga mereka dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk semua.
Jumat (16/2), Riki Taufik Drajat, Direktur Program Wakaf DT mengatakan, dengan adanya sawah-sawah wakaf yang diproduktifkan, diharapkan para petani dapat kembali bersemangat dan menanam kembali bulir-bulir harapannnya itu.
Menurutnya, saat ini sawah yang diproduktifkan berada di Banjaran dan Sukabumi. Untuk sawah di Banjaran, beberapa waktu telah melakukan panen perdananya. Riki menjelaskan, sawah di Banjaran panen lebih awal karena saat diwakafkan, sawah tersebut sudah mulai berbuah. Meski jumlah padi yang dipanen belum terlalu banyak, namun hal itu cukup menggembirakan para petani dan membuktikan wakaf ketahanan pangan produktif dan memberdayakan para petani.
“Di Banjaran ada sawah juga dan sudah menghasilkan panen padi, namun masih sedikit sesuai dengan luas sawah yang kami miliki. Alhamdulilah dari aset-aset tersebut mudah-mudahan bisa berkembang, memberdayakan, dan produktif lagi,” kata Riki.
Sawah kedua berada di Sukabumi. Dalam pengelolaannya, sawah dan lahan petanian lainnya bekerja sama dengan DT Peduli Sukabumi. Sesuai akad, hasil dari sawah Sukabumi akan dimanfaatkan oleh para santri tahfidz.
Riki berharap, Program Wakaf Ketahanan Pangan ini menjadi program unggulan yang dapat memberikan sebanyak-banyaknya manfaat untuk umat.
“Harapannya menjadi salah satu program unggulan wakaf produktif kita dan memberikan lebih banyak nilai manfaatnya,” katanya pada Selasa (20/2).