Tanggapi Maraknya Dampak Negatif Pinjol, MUI Gelar Talkshow ‘Bijak Finansial Tanpa Pinjol Ilegal’
DAARUTTAUHIID.ORG | JAKARTA – Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) MUI gelar talkshow Akhlak Bangsa pada (14/8/2023). Kegiatan ini berlangsung di Kantor MUI, jalan Proklamasi 51, Menteng, Jakarta Pusat.
Kegiatan ini bertajuk ‘Bijak Finansial Tanpa Pinjol Ilegal’. Sekretaris PDPAB MUI, KH. Nurul Badruttamam menyampaikan, MUI mengajak masyarakat untuk menghindari pinjaman online (pinjol) ilegal karena banyak kemudharatan.
“Pinjol ilegal diawal memang menawarkan berbagai kemudahan, namun kemudian membawa banyak kemudharatan,” ujar Kiai Nurul.
“Kegiatan ini digelar atas keresahan masyarakat terhadap pinjaman online ilegal yang sangat membawa dampak negatif, pelu disosialisasikan lebih dalam terkait pinjaman online ilegal ini,” tambahnya.
Terlihat Sekjend MUI Buya Amirsyah Tambunan, Ketua MUI KH. Cholil Nafis, Wasekjen MUI KH. Arif Fahrudin dan Ketua PDPAB MUI KH. Masyhuril Khamis, turut hadir dalam acara tersebut.
Dalam pertemuannya, Wasekjen MUI, KH. Arif Fahrudin menerangkan ketentuan hukum pinjol dalam Fatwa MUI.
“Ini cara-cara yang saling berbuat baik antara yang menghutangi dan yang menerima hutang, agar sebagian dari saudara kita tidak terjebak pada akad maliyah yang dharar (rugi),” ungkapnya.
Menurutnya, perbuatan pinjam meminjam pada dasarnya merupakan bentuk akad tabarru‘ (kebajikan) atas dasar saling tolong menolong. Hal tersebut diperbolehkan selagi tidak menabrak prinsip-prinsip syariah.
Pinjaman bisa haram bila orang yang berhutang menunda pembayaran padahal sudah mampu.
Pun sebaliknya, orang yang menghutangi dilarang menekan pembayaran bila ia tahu bahwa orang yang berhutang belum mampu membayar.
“Jadi ada keseimbangan taklif antara keduanya, orang yang berhutang dan yang dihutangi itu masing-masing punya hukum taklifnya,” terang kiai Arif.
Dalam utang puitang, tidak diperbolehkan adanya ancaman berupa lahir maupun batin kepada orang yang berhutang.
Sedangkan, memberi penundaan atau keringanan dalam pembayaran hutang bagi yang mengalami kesulitan, sangat dianjurkan.
Kiai Arif menjelaskan, agar tidak terjebak riba, terkadang penghutang sudah diberikan perpanjangan tempo pembayaran, maka dia mendapat pahala jika mengembalikan lebih, tapi bukan dengan paksaan.
Kembali Kiai Arif menekankan hukum riba adalah haram, walau dilakukan secara suka rela.
“Akad-akad yang mengandung riba walaupun itu secara hubungan interaksi sosial berdasarkan suka saling suka, secara syariat itu dianggap tidak ada,” terang Arif. (Noviana)
Redaktur: Wahid Ikhwan
(Sumber: muidigital)