Al-Quran dan Perkembangan Literatur Pemikiran Ekonomi Islam
DAARUTTAUHIID.ORG — Dalam epistemologi Islam, Al-Quran merupakan sumber primer yang menjadi rujukan dalam pengembangan ilmu-ilmu yang terus berkembang hingga saat ini. Di dalamnya meliputi aspek ilmu tauhid, akhlak, fikih, alam, keluarga, sejarah, ekonomi, politik, sosial, sains dan teknologi.
Para ulama dahulu telah mengembangkan ilmu pengetahuan merujuk pada al-Quran sebagai landasan utama konsep atau teori yang dikembangkannya.
Dalam bidang kedokteran ada Al-Razi dan Ibnu Sina. Dalam matematika ada Umar Khayyam, Nasir al-Din al-Tusi, al-Khawarizimi dalam teknologi misalnya ada Abbas bin Firnas dan al-Jazari; dan masih banyak lagiilmu-ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh para ulama terdahulu.
Salah satu bidang yang sedang berkembang saat ini adalah ilmu ekonomi Islam tidak hanya di Indonesia bahkan dunia. Pertanyaanya bagaimana kontribusi ulama-ulama terdahulu terhadap pengembangan literatur ekonomi Islam?
Dalam al-Quran banyak sekali istilah-istilah yang terkait dengan ekonomi telah dikembangkan menjadi suatu kajian khusus dalam ekonomi Islam oleh para ulama terdahulu.
Prof Sobri Orman seorang pakar sejarah ekonomi Islam membagi sumber-sumber literatur ekonomi Islam yang khusus menjadi enam kategori, yaitu literatur al-kharaj, al-amwal, al-kasb tijarah, nuqud, dan hisbah.
Pertama, para ulama penulis al-kharaj (pajak tanah) di antaranya adalah; Imam Abu Yusuf, Yahya bin Adam dan Qudama bin Ja’far.
Dalam kajian al-kharaj Imam Abu Yusuf dan Yahya bin Adam lebih fokus dibandingkan Qudama bin Ja’far yang lebih luas pembahasannya pada diskusi diwan (kementrian) dan termasuk diwan al-kharaj dalam pemerintahan Islam.
Namun, bagi pemerhati sejarah akuntansi Islam, buku Qudama bin Ja’far wajib menjadi rujukan karena di dalamnya banyak sekali aspek dan praktek akuntasi yang beliau jelaskan.
Kedua, dalam literatur al-amwal di antara penulisnya adalah Abu Ubayd, Abu Ja’far al-Dawudi. Ini juga merupakan literatur ekonomi Islam yang mirip dengan al-kharaj dengan nama yang berbeda, termasuk al-ahkam al-shultaniyyah-nya Imam Mawardi.
Ketiga, di antara penulis literatur hisbah adalah Yahya bin Umar, Ibnu Taimiyah, Al-Mujailidi dan Al-Shaizari. Literatur ketiga ini lebih banyak mengupas permasalahan harga dan mekanis mepasar.
Keempat, literatur tentang nuqud (uang) di antara penulisnya; yaitu Abu Hilal Hasan bin Abdillah al-Askari, Al-Maqrizi, dan Al-Munawi. Literatur ini sangat penting antara sumber-sumber sejarah moneter Islam yang masih relevan untuk dikaji dan dikembangkan saat ini.
Kelima, penulis-penulis al-kasb di antaranya; Al-Syaibani, Al-Hubaishi, dan Abu Bakaral-Khallal. Literatur ini berkenaan dengan bagaimana cara mencari penghidupan dan mengelolahnya dalam bentuk pengeluaran-pengeluaran (nafaqah) dalam bingkai syari’at.
Keenam, adalah tijarah (perdagangan) yang di antara penulisnya adalah Ja’far al-Dimasqi danal-Jahiz. Kedua buku mereka merupakan buku manual tentang perdagangan yang dibahas sangat komprensif dan praktis.
Literatur yang lain dan mungkin bisa dikatakan spesifik adalah ‘ilm tadbir al-manzil yang dikembangkan oleh para filusuf Muslim seperti Ibn Sina, Miskaway, dan Nasr al-Din al-Tusi.
Saat ini, tokoh-tokoh atau ulama-ulama Muslim kontemporer seperti Khursid Ahmad dalam pembangunan ekonominya, Umer Chapra dalam moneter Islam, dan lainnya juga fokus dan spesifik dalam kajian pengembangan ekonomi Islam.
Semua yang mereka kembangkan dalam literatur ekonomi Islam tidak lepas dari sumber utamanya yaitu al-Quran dan Sunnah.
Karena itu baiknya kita kembali melakukan evaluasi sudah seberapa sering kah kita membacanya, menelaahnya dan mengambil hikmah-hikmah di dalamnya?
Terutama dalam hubungannnya dengan pengembangan ekonomi Islam, sudah saatnya membangun epistemologi ekonomi Islam berasal dari akar Islam itu sendiri yaitu al-Quran dan Sunnah.
Ada banyak istilah atau kata dalam al-Quran yang belum dieksplor dan dikembangkan menjadi satu konsep ekonomi Islam yang dapat diaplikasikan oleh masyarakat seperti yang telah dikembangkan oleh ulama-ulama terdahulu di penjelasan sebelumnya.
Ekonomi yang hidup adalah ekonomi yang mempunyai ruh yang berasal dari Quran dan Sunnah. Wallahu a’lam bishowab.
Redaktur: Wahid Ikhwan
__________________________
(Nurizal Ismail, dosen STEI Tazkia dan Peneliti ISEFID, Hidayatullah)