Mengapa Nabi Banyak Berpuasa Pada Bulan Sya’ban?
DAARUTTAUHIID.ORG — Bulan Sya’ban adalah bulan kedelapan dalam kalender hijriyah dan tepat sebelum bulan Ramadhan. Alangkah baiknya untuk memulai persiapan agar siap menghadapi ibadah di bulan suci Ramadhan. Salah satunya dengan memperbanyak puasa-puasa sunnah pada bulan Sya’ban.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhuma, beliau bertanya kepada Rasulullah,
“Ya Rasulullah! Saya tidak pernah melihat engkau berpuasa dalam satu bulan di banding bulan-bulan lain seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban?” Beliau menjawab, “Itu adalah bulan yang banyak manusia melalaikannya, terletak antara bulan Rajab dan Ramadhan. Dia adalah bulan amalan-amalan di angkat menuju Rabb semesta alam. Dan saya suka jika amalanku diangkat dalam keadaan saya sedang berpuasa”. (HR. An-Nasai. Syaikh Al-Albani menghasankannya dalam Shahih Sunan An-Nasai)
Amalan puasa sunnah Rasulullah pada bulan Sya’ban terkandung juga dalam hadits lainnya yang diriwayatkan ‘Aisyah radhiallahu ‘anha,
“Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sampai kami mengatakan bahwa beliau tidak berbuka, dan berbuka sampai kami mengatakan bahwa beliau tidak berpuasa. Dan saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa dalam sebulan kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada bulan Sya’ban.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Begitu juga dengan istri Rasulullah, Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, yang mengatakan:
“Saya tidak pernah mendapatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali bulan Sya’ban dan Ramadhan.” (HR. An-Nasai dan At-Tirmidzi)
Menurut Imam Asy-Syaukani, yang dimaksud dengan “kullu” (seluruhnya) dalam hadits-hadits tersebut adalah “kebanyakan” atau “mayoritasnya”.
Sebagaimana dinukil oleh At-Tirmidzi dari Ibnul Mubarrok, Asy-Syaukani mengatakan bahwa dalam bahasa Arab, boleh menyebutkan “berpuasa pada kebanyakan hari” dengan kalimat “berpuasa pada seluruh bulan”.
Jadi, puasa Sya’ban yang Rasulullah kerjakan adalah berpuasa sunnah di mayoritas harinya, bukan selama satu bulan penuh.
Hadits-hadits diatas menunjukkan betapa giatnya Rasulullah mengamalkan puasa sunnah sepanjang bulan Sya’ban. Selain sebagai amal shaleh, memperbanyak puasa sunnah berarti meninggalkan kelalaian pada bulan Sya’ban.
Karena berada di antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan yang keduanya penuh keistimewaan, banyak orang yang menyepelekan bulan Sya’ban. Padahal bulan Sya’ban adalah bulan di mana catatan amal dilaporkan kepada Allah, tepatnya pada malam Nifsu Sya’ban.
Mengerjakan puasa Sya’ban tidak perlu dikhususkan pada hari tertentu. Adapun hadis yang mengkhususkan puasa pada pertengahan bulan Sya’ban adalah maudhu’ (palsu).
Akan tetapi, diperbolehkan untuk berpuasa pada hari-hari tersebut untuk sekedar mengisi bulan Sya’ban dengan banyak amalan puasa sunnah. Wallahu a’lam bishowab.
Kontributor: Kemas
Redaktur: Wahid Ikhwan
_________________________________________