Jangan Mensia-siakan Nikmat yang Diberikan Allah

[DAARUTTAUHIID.ORG]- Agama dan ilmu adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Untuk mengamalkan agama secara benar, seorang dituntut untuk berilmu. Agar ilmu yang dimiliki bermanfaat dan tidak malah menjadi bumerang, maka seorang dituntut beramal dengan agama yang dimilikinya itu (beragama secara menyeluruh). Dan untuk mendakwahkan agama ini kepada orang lain, pun seorang harus memiliki ilmu agama.

Allah berfirman menunjuki kaum muslimin agar meminta petunjukNya kepada jalan yang benar, dan meminta perlindungan kepada Allah dari jalan orang-orang sesat dan orang-orang yang dimurkai: “Ya Allah tunjukilah kami jalan yang lurus. Yaitu jalan mereka yang telah Engkau beri nikmat kepadanya. Bukan jalan mereka yang dimurkai, dan bukan pula jalan mereka yang sesat.”.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata;

 “Sesungguhnya jalan yang ditempuh oleh orang beriman harus senantiasa diiringi dengan ilmu dan amal yang benar. Orang-orang yahudi tidak beramal dengan ilmunya, sedang orang-orang nashrani tidak melandaskan amalannya dengan ilmu yang benar. Olehnya, maka murka Allah ditimpakan kepada orang-orang yahudi. Sementara kesesatan disematkan kepada orang-orang nashrani. Barangsiapa yang tidak melaksanakan ilmu yang dimilikinya, sungguh berhak mendapat murka; merekalah orang-orang yahudi. Adapun orang-orang nashrani, ketika mereka ingin mendapatkan sesuatu tetapi tidak menempuh jalan yang benar, yaitu mengikuti jalannya Rasul yang benar; disaat itulah mereka menjadi sesat.”

Dalam berdakwah, Allah berfirman menunjuki jalan yang seharusnya ditempuh oleh kaum muslimin; “Katakanlah wahai Muhammad kepada kaummu, inilah jalan yang aku tempuh. Di jalan ini aku mengajak manusia ke jalan Allah berdasarkan ilmu. Inilah jalanku dan jalan orang-orang yang mengikutiku. Maha suci Allah, dan tidaklah aku masuk dalam golongan orang-orang yang musyrik.” (Yusuf; 108)

Kewajiban mempelajari dan menyebarkan ilmu merupakan satu diantara pesan yang hendak disampaikan melalui hadits tentang lenyapnya ilmu, yang merupakan satu diantara tanda dekatnya hari kiamat.

Sebagai muslim, tentu tidak seorang pun menginginkan atau bahkan pernah berfikir menjadi satu dari mereka yang berkontribusi dalam proses lenyapnya ilmu agama ini. Meski demikian tidak sedikit dari mereka yang secara tidak sadar masuk dalam lingkaran proses tersebut, terbawa arus kekinian yang sarat dengan perkara-perkara samar dan menjebak.

Tuntutan ekonomi misalnya, tidak jarang dijadikan sebab oleh beberapa saudara kita yang telah Allah karuniai kesempatan dan kemampuan mempelajari agama secara khusus untuk beralih status dari seorang ustadz, da’I atau peneliti hukum agama menjadi seorang yang full menekuni bisnis atau full menggeluti profesi keduniaannya yang lain.

Tuntutan untuk selalu eksis dan menjadi yang terdepan dalam penilaian wilayah kerja tertentu. Terkadang membuat pimpinan sebuah perusahaan memporsir seluruh potensi yang dimiliki oleh pekerjanya, hingga tidak lagi tersisa waktu bagi mereka untuk belajar agama melainkan diselipan-selipan waktu istirahatnya.

Inilah beberapa hal yang terkadang tanpa atau kurang disadari dapat menjadi batu sandungan dari proses tetap eksisnya ilmu agama. Dan pemaparan ini, tidak sama sekali bertujuan untuk mengecilkan profesi keduniaan atau menyepelekan pentingnya profesionalisme kerja. Namun jangan sampai hal tersebut berimplikasi pada terhambat atau kurang maksimalnya kerja dan usaha kita untuk mempertahankan eksistensi ilmu agama, baik untuk pribadi ataupun untuk orang sekitar kita. (Sumber: albinaa.sch.id)