Semua Tergantung Hati
Ketahuilah bahwa dalam jasad ini ada segumpal daging, kalau baik maka baik seluruhnya. Jika jelek maka jelek seluruhnya. Itulah yang disebut dengan Qolbu. Jadi seseorang itu tidak dilihat dari bagaimana casing, tapi bagaimana hati seseorang.
Kalau seseorang memiliki wajah rupawan, ganteng atau cantik, tapi kalau hatinya jelek maka jelek seluruhnya. Kalau hatinya busuk maka dirinya juga akan terlihat busuk. Jadi semuanya tergantung hati, bahkan kebahagian itu juga tergantung bagaimana keadaan hatinya. Begitu juga bila kalau hati sedih, maka wajah juga akan mengeluarkan ekspresi sedih. Kalau hati jengkel, maka akan keluar kejengkelan melalui tutur kata.
Tapi orang banyak yang tidak memperhatikan dan menata hati, orang-orang hanya berfokus pada penampilan luar saja. Banyak orang ingin menginginkan rumah dan rezeki yang lapang, tapi tidak ingin hati yang lapang. Padahal Allah tidak melihat penampilan seseorang, sebagaimana dalam hadits Nabi disebutkan: “Sungguh Allah tidak melihat bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim)
Jadi ibu bapak kalau mau fokus hidup ini bahagia kuncinya cuman dua, pertama hati yang bersih dan amal yang banyak. Kemudian hati itu terbagi menjadi 3 diantaranya:
Yang pertama, qolbun mayyit atau hati yang mati. Orang yang memiliki qolbun mayyit, jahatnya lebih jahat dari binatang sebab jahatnya menggunakan akal. Orang yang hatinya mati, bisikannya hanya mengikuti nafsu saja. Kalau kata nafsu pukul ya pukul. Kata nafsu bunuh ya bunuh. Sehingga tidak ada lagi hati nurani. Bahayanya apa? Pasti tidak akan punya iman, kalau berbuat jahat bisa lebih keji dari binatang.
Kedua, qolbun maridh atau hati yang sakit. Dia bisa saja beriman, tapi penyakit hatinya banyak. Ciri khasnya tidak pernah tenteram, galau, waswas, cemas, tidak menikmati hidup. Badan berpenyakit saja menderita, apa lagi kalau hatinya berpenyakit.
Ketiga, qolbun salim, atau hati yang sehat, bersih, selamat. Inilah orang yang hatinya bersih dan mulia, Orang yang bahagia hi dupnya karena tidak ada penyakit di hatinya.
Jadi iman itu diucapkan dengan lisan, diaktualisasikan dengan perbuatan, ditetapkan atau diyakini dalam hati. Betapa banyaknya kita sibuk dengan amalan lahir, tapi lupa amalan hati.