Kemuliaan Akhlak Nabi yang Luar Biasa

Kemuliaan seseorang tidak dilihat dari apa yang dia miliki, tetapi dari apa yang ia beri. Jangan tertipu karena jabatan dan harta, jika harta dan jabatan yang kita punya tidak bermanfaat apa-apa.

Misalkan mewakafkan harta untuk membeli Al-Qur’an, selama Al-Qur’annya dibaca maka akan terus mengalir pahalanya, jika suatu saat Al-Qur’an rusak maka akan terus mengalir pahalanya jika penerima Al-Qur’an menghafal, mengamalkan, dan mengajarkannya. Begitulah konsep balasan bagi orang yang suka memberi dalam Islam.

Allah sangat menyukai orang-orang yang suka menolong. Jika kita sering menolong orang lain, maka kita juga akan ditolong oleh Allah. Hal ini telah dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad Sallallahu ‘alaihi wasallam, beliau kerap kali membantu orang lain, tanpa memandang orang lain itu siapa dan dari mana. Bahkan sekali pun orang yang membenci dan tidak menyukai pasti ia tolong.

Setiap pagi Nabi Muhammad selalu datang dan menyuapi pengemis tersebut. Dia baru akan pergi setelah memastikan pengemis tersebut kenyang. Padahal setiap kali didatangi Muhammad, si pengemis selalu mencaci Rasulullah. Hingga suatu hari sang pengemis merasa heran karena yang menyuapinya makanan orang lain. Suara langkah kaki, cara menyuapkan makanan, serta nada bicaranya berbeda dengan yang biasanya.

Ya, saat itu bukan lagi Nabi Muhammad yang menyuapkan makanan kepada si pengemis. Rasulullah telah wafat. Abu Bakar As-Siddiq, yang kemudian menjadi khalifah, mendatangi si pengemis dan menyuapinya makanan. Namun baru pada suapan pertama, si pengemis justru marah kepada Abu Bakar. “Siapa kamu. Kamu bukan orang yang biasa menyuapi aku,” kata si pengemis.

“Aku orang yang biasa menyuapimu,” jawab Abu Bakar.

“Bukan! Kamu bukan orang yang biasa menyuapiku,” kata si pengemis dengan suara keras.

“Jika benar kamu yang biasa menyuapiku, tidak akan susah aku mengunyah makanan ini. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menghaluskan makanan terlebih dahulu. Barulah kemudian dia menyuapiku dengan makanan itu,” kata si pengemis dengan nada kesal.

Sang Amirul Mukminin tak kuasa menahan tangis, teringat Rasulullah yang belum lama wafat. “Aku memang bukan orang yang biasa datang dan menyuapimu. Aku Abu Bakar, sahabat beliau. Orang mulia yang biasa datang dan menyuapimu itu telah tiada. Dia adalah Nabi Muhammad,” kata Abu Bakar sambil terisak.

Betapa terkejutnya si pengemis begitu tahu bahwa pria baik hati yang biasa datang dan menyuapinya adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, orang yang selama ini dia benci. Dia pun menangis, menyesal selalu mencaci, menghina, dan memfitnah Rasulullah. Wallahu a‘lam bishowab.

(KH. Abdullah Gymnastiar)

___________________________

daaruttauhiid.org