Nabi Syu’aib: Merubah Masyarakat Berbasis Nubuwah
“Dan Syu´aib berkata: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu.” (Q.S. Hud: 85-86)
Masyarakat Madyan telah melampaui batas. Mereka melakukan praktik mu’amalah di luar syariat yang ditetapkan-Nya. Perlu tindakan tepat untuk mengubahnya. Tepat waktu, momen, dan caranya. Allah sebagai Dzat Yang Maha Mengatur telah menyiapkan skenario-Nya. Dia mengutus Nabi Syu’aib a.s. sebagai utusan-Nya. Berikutnya, sejarah mengabadikan seperti apa masyarakat Madyan menanggapinya.
Setiap masalah niscaya memiliki dasar penyebab. Begitulah salah satu cara Allah membumikan af’al-Nya (secara alami yang selanjutnya dikenal dengan sunnatullah). Atas kesadaran itu, beliau membaca dan menilik situasi dan kondisi yang menjadi penyebab masyarakat Madyan berprilaku demikian.
Setiap manusia memiliki musuh. Baik yang berasal dari internal (hawa nafsu yang tidak terbimbing wahyu) maupun eksternal (Iblis laknatullah yang berjanji akan mengganggu dan menggoda manusia sampai hari kiamat). Maka, Nabi Syu’aib melakukan upaya pemagaran agar musuh tidak leluasa merusak dan mengendalikan. Muncullah skala prioritas. Melalui wahyu yang Allah sampaikan, ia mengemban fungsi sebagai pembawa dan pengubah (agent of change) masyarakat Madyan dari kegelapan kejahiliyahan menuju cahaya mardhatillah.
Nabi Syu’aib melancarkan dakwahnya membidik pemahaman. Ia ingatkan masyarakat Madyan mengenai identitas diri mereka sebagai pihak yang diadakan. Sehingga tidak boleh ada aktifitas yang keluar dari maksud penciptaan. Ia kuatkan hujjahnya dengan kabar gembira bagi yang menta’ati berupa surga jannatullah serta balasan kehinaan bagi yang mengingkari-Nya. Akhirnya, masyarakat Madyan dihadapkan kepada pilihan yang akan dipertanggungjawabkannya. Apakah mereka akan mengikuti petunjuk yang disampaikannya atau berbuat makar karena dikendalikan hawa nafsu (keinginan) nya.
Ikhtiar baik dan mulia Nabi Syu’aib tidak berbuah manis. Masyarakat Madyan menafikan dan memandangnya dengan sebelah mata. Mereka mencoba mencari-cari kelemahan atas nasihat yang disampaikannya. Bahkan tidak jarang mereka menyela dan mencela tanpa sebab disertai respon yang bernada sinis dan penuh kebencian.
Air susu dibalas air tuba. Nabi Syu’aib yang memerhatikan mereka justru dijadikan musuh bersama. Mereka menyalakan api permusuhan. Tidak ada ruang sedikit pun yang mereka berikan. Walaupun sikapnya demikian, Nabi Syu’aib senantiasa menanggapinya penuh kesabaran sesuai syari’at yang Allah ajarkan. Jiwa Sang Nabi begitu mulia penuh balutan wahyu sebagai asy-syifa (obat).
Dengan kepala dinginnya, Nabi Syu’aib tak henti meraih simpati. Dari satu celah ke celah lainnya, ia berusaha menilik dan membaca peluang dari berbagai sudut pandang lain. Ia sadar bahwa manusia wajib berikhtiar maksimal. Adapun hasilnya, ia serahkan kepada Dzat Yang Maha Berkehendak.
Setiap usaha membuahkan hasil. Allah memberikan petunjuk kepada hamba-Nya yang dikehendaki. Walaupun jumlahnya pengikutnya tidak banyak, Nabi Syu’aib menyukurinya dengan syukur terbaik. Masyarakat yang ada selanjutnya terpilah menjadi dua kubu yang saling berseberangan: orang yang beriman dan orang yang ingkar.
Nabi Syu’aib menyampaikan peringatan. Bukan karena merasa kesal melainkan amanah dakwah yang harus tunai sampai kepada umatnya. Mengapa demikian? Karena Allah tidak menghukum manusia atas dasar ketidaktahuan. Dia akan mengazab kepada orang yang sengaja berbuat lalai dan membangkang.
Sekiranya kabar tersebut telah sampai dengan paripurna, Azab tak akan ditunda. Atas semua kiprah jahat mereka, Allah memberikan azab masyarakat Madyan yang telah mengolok-olok Nabi-Nya dengan menghadirkan suara yang menggelegar. Mereka kaget luar biasa dan terbujur kaku sampai akhirnya mati bergelimpangan. Itulah hukuman bagi siapapun yang sengaja menghinakan kebenaran yang dibawa utusan-Nya. Wallahu a’lam bishowab.