Hukum Menarik Kembali Tanah Wakaf

Hukum Menarik Kembali Tanah Wakaf

Tanah wakaf kerap kali menimbulkan sengketa, banyak kasus ahli waris pemberi wakaf ternyata meminta kembali wakaf yang telah diberikan. Lantas bagaimana hukum menarik kembali tanah yang sudah diwakafkan? Apakah diperbolehkan dalam Islam?

Misalkan ada seorang ibu mewakafkan tanah warisan yang didapat dari suaminya yang telah meninggal dunia. Beberapa waktu kemudian, si anak ternyata menemui pihak penerima wakaf dan meminta kembali tanah wakaf tersebut. Bagaimana status hukum perkara ini?

Wakaf adalah melepaskan kepemilikan atas harta yang dapat bermanfaat dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada perorangan atau kelompok agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang tidak bertentangan dengan syari’at, dalam waktu selama-lamanya. Jadi jika wakif wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya. Harta yang diwakafkan tidak boleh ditarik kembali karena pada hakikatnya akad wakaf adalah memindahkan kepemilikan kepada Allah.

Dikutip dari rubrik Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama, kepemilikan harta yang telah diwakafkan beralih menjadi milik Allah Ta’ala. Hal ini seperti dijelaskan oleh Muhammad Zuhri al Ghamrawi dalam kitab As-Sirajul Wahhaj. ” Menurut pendapat yang azhar dalam madzhab Syafi’i adalah bahwa kepemilikan pada zat harta-benda yang diwakafkan itu berpindah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Jadi, apabila si ibu telah mewakafkan tanah miliknya secara utuh, maka anak tidak diperbolehkan menarik kembali wakaf tersebut, kecuali jika tanah harta yang diwakafkan tersebut ternyata masih ada hak anak, maka anak boleh meminta kembali harta tersebut, namun sebatas pada bagian yang menjadi haknya.

Apalagi jika tanah yang sudah diwakafkan kemudian telah dikelola dan dimanfaat oleh masyarakat umum, seperti pembangunan sekolah, masjid, mushalla, pondok pesantren, makam, dan lain sebagainya, maka akan merugikan pihak-pihak tertentu yang sudah mengeluarkan materi maupun non materi.

Adapun hukum atau dalil yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah wakaf bersumber dari pemahaman teks ayat Al-Qur’an dan juga Sunnah. Karena di dalam ayat Al-Qur’an tidak ada yang menjelaskan secara khusus tentang ibadah wakaf. Yang ada hanya pemahaman terhadap ayat Al-Qur’an yang dikategorikan sebagai amal kebaikan.

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al Imran: 92).

(Shabirin)