Memaknai Bulan Syawal
Bulan Syawal merupakan bulan yang penuh dengan kesenangan bagi kebanyakan umat Islam, karena dengan masuknya bulan syawal berarti masuk juga masa di mana umat Islam merayakan Idul Fitri. Setelah di bulan Ramadhan yang lalu umat Islam melaksanakan puasa selama tiga puluh hari, maka dengan datangnya bulan syawal menjadi kegembiraan bagi umat Muslim karena seperti menjadi manusia yang kembali bersih setelah dirinya dicuci atau dibersihkan selama bulan ramadhan. Tetapi dengan datangnya bulan syawal tidak hanya berbicara tentang kegembiraan di Idul Fitri. Ternyata ada beberapa keistimewaan dan keutamaan di bulan syawal yang perlu kita ketahui.
Makna syawal menurut Ibnul ‘Allan asy Syafii, beliau mengatakan, “Penamaan bulan Syawal itu diambil dari kalimat Sya-lat al Ibil yang maknanya unta itu mengangkat atau menegakkan ekornya. Syawal dimaknai demikian, karena dulu orang-orang Arab menggantungkan alat-alat perang mereka, disebabkan sudah dekat dengan bulan-bulan haram, yaitu bulan larangan untuk berperang.” (Dalil al Falihin li Syarh Riyadh al Shalihin).
Ada juga yang mengatakan, dinamakan bulan syawal dari kata syalat an-Naqah bi Dzanabiha, artinya unta betina yang menaikkan ekornya. Bulan syawal adalah masa di mana unta betina tidak mau dikawini unta pejantan. Ketika didekati pejantan, unta betina mengangkat ekornya. Keadaan ini menyebabkan munculnya keyakinan bulan sial di tengah masyarakat jahiliyah terhadap bulan syawal. Sehingga mereka menjadikan bulan syawal sebagai bulan pantangan untuk menikah. Maka ketika Islam datang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam justru menikahi istri beliau yaitu ‘Aisyah di bulan syawal untuk membantah anggapan bulan sial masyarakat jahiliyah.
Menurut bahasa kata syawal sendiri memiliki arti ‘peningkatan’, ‘meningkat’, atau ‘terbit’. Menurut beberapa ulama dengan makna syawal yang berarti ‘peningkatan’ maksudnya adalah bagaimana amalan seorang hamba di bulan setelah bulan ramadhan dapat meningkat lebih baik dari sebelumnya. Jadi salah jika ada sebagian orang yang menganggap memaksimalkan ibadah hanya di bulan ramadhan saja atau menganggap bulan ramadhan sebagai upaya untuk menumpuk amalan sehingga setelah ramadhan tidak perlu beramal lagi. Bulan ramadhan adalah sebagai upaya seseorang untuk berlatih memaksimalkan ibadahnya yang kemudian hasil dari latihan tersebut diterapkan setelah berlalunya bulan ramadhan. Maka jika kita melihat dari kacamata Islam, makna ‘terbit’ dari arti bulan syawal yang sudah ada semenjak zaman jahiliah (masa sebelum Islam datang) juga bisa berarti terbitnya bulan baru setelah ramadhan berlalu. Oleh karena itu di bulan syawal ini bahkan sampai seterusnya seharusnya kualitas dan kuantitas ibadah kita bisa lebih baik dari bulan sebelumnya.
Imam Bisyr bin Al-Harits Al-Hafi pernah ditanya tentang orang-orang yang sungguh-sungguh dan rajin ibadah hanya di bulan ramadhan, maka beliau menjawab,
بِئْسَ الْقَوْمُ لاَ يَعْرِفُوْنَ للهَ حَقاًّ إِلاَّ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ إِنَّ الصَّالِحَ الَّذِي يَتَعَبَّدُ وَيَجْتَهِدُ السَّنَةَ كُلَّهَا
“Mereka adalah seburuk-buruk kaum, karena tidak mengenal Allah kecuali hanya di bulan Ramadhan. Sesungguhnya hamba yang shalih adalah yang rajin dan sungguh-sungguh dalam ibadah dalam setahun penuh.” (Lathaiful Ma’arif, Ibnu Rajab al-Hambali, 313) (Wahid)