Kepahitan yang Membawa Keselamatan
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd dalam kitab Al Iman Bil Qodha wal Qodar, beliau menyampaikan, “bahwasannya Allah tahu persis setiap kemaslahatan bagi hambanya, Dia lebih sayang dan cinta kepada hamba itu, lebih dari pada hamba itu mencintai dan sayang kepada dirinya sendiri, maka apabila telah datang dari Allah takdir kepada hambanya sesuatu yang tidak disukai oleh hamba itu atau sesuatu yang mereka benci, padahal hal itu sebenarnya baik dalam ilmu Allah, dari pada tidak datang kepahitan itu kepada dirinya”. Pesan yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd ini sejalan dengan firman Allah,
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. Al Baqarah: 216)
Sering kali kita sebagai hamba Allah merasa tidak suka atau bahkan berprasangka buruk kepada Allah jika kita mendapati sesuatu yang buruk menimpa kita. Merasa Allah tidak adil, merasa Alah tidak sayang kepada kita. Padahal boleh jadi dari musibah atau hal buruk yang menimpa kita dibaliknya ada sesuatu besar yang Allah siapkan untuk kita. Misalkan kita memiliki tabungan uang yang banyak di bank, kemudian suatu saat ada tawaran investasi uang kepada kita untuk megembangkan pendapatan. Ternyata Allah menakdirkan kepada kita sebuah kegagalan karena tertipu oleh investasi palsu, yang berarti harta atau uang kita yang melimpah tadi hilang begitu saja dan tidak ada yang kembali menjadi hasil kepada kita.
Dari contoh tadi boleh jadi Allah sedang memaksa kita untuk merasakan pahit agar kita mendapatkan kebaikan dan keselamatan setelah itu. Karena boleh jadi jika saja dalam investasi yang kita lakukan ternyata berhasil dan melimpahkan harta kita, maka kita akan semakin bergantung kepada harta yang kita miliki dan lupa kepada Allah Ta’ala. Tetapi dengan duberikannya kita kegagalan-kegagalan pada dasarnya Allah sedang memaksa kita secara tidak langsung untuk kembali bersandar kepada Allah Ta’ala.
Jangan berfikir bahwasannya kepahitan yang menimpa kita adalah sebuah kesia-siaan, tetapi selalu kaitkan dengan hikmah dari Allah Ta’ala, selalu berhusnu dzon kepada Allah bahwa setiap kepahitan dan musibah yang menimpa kita boleh jadi adalah upaya Allah untuk menyelamatkan kita kelak di akhirat. Dan tidak mungkin Allah akan memberikan musibah atau kepahitan kepada hambanya tanpa mengukur kemampuan kita untuk bisa menghadapi musibah yang datang.
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖۚ وَاعْفُ عَنَّاۗ وَاغْفِرْ لَنَاۗ وَارْحَمْنَا ۗ اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” (Al Baqarah: 286).